Muqaddimah
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan atas junjungan kita Muhammad SAW; utusan
yang paling mulia diantara para utusan Allah, dan sekaligus sebagai nabi
penutup akhir zaman, juga atas para keluarganya yang bagus, dan para
sahabat beliau yang suci. Amin ..
Ammaa Ba’du, telah diriwayatkan dari siti ‘Aisyah
r.a. dari Rasululluah SAW beliau bersabda “Kewajiban anak terhadap
orang tuanya adalah memberikan anaknya nama-nama yang bagus, memberikan
air susu (menyusui) yang bagus kepada anaknya, dan memberikan didikan
budi pekerti yang baik kepada anaknya”.
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin ra., ia berkata: “Para sahabat
dan para tabi’in mereka semua mempelajari petunjuk, sebagaimana mereka
mempelajari ilmu pengetahuan”.
Diriwayatkan dari Hasan Al Bashri ra.Ia berkata:
“Bahwasanya ada seorang lelaki keluar dari tempat tinggalnya untuk
mendidik jiwanya dalam beberapa tahun.
Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Uyainah ra. bahwasanya
Rasulullah itu merupakan timbangan yang agung. Pada pribadi beliau
ditampakkan beberapa hal yang pantas di contoh : budi pekerti,
tindak-tanduk dan petunjuk-petunjuknya. Adapun segala perilaku yang
sesuai dengan kepribadian beliau, maka hal itu dianggap benar, sedangkan
yang tidak sesuai dengan prilaku beliau, maka dianggap salah.
Diriwayatkan dari Habib Al-Syahid, ia berkata kepada
putranya: “Bertemanlah engkau dengan orang-orang yang ahli fiqh, pelajarilah budi pekerti
dari mereka, karena hal itu lebih aku cintai dari pada engkau banyak
mempelajari ilmu hadits”.
Ruwaim berkata: “Wahai anakku! Jadikanlah ilmumu ibarat
garam (yang tersebar dilautan) dan jadikanlah budi pekertimu ibarat
(tepung yang berterbangan didaratan)”.
Imam Ibnu Al Mubarak ra. Berkata: “Kami lebih membutuhkan budi pekerti yang sedikit daripada yang banyak”.
Imam Syafi’i suatu ketika pernah ditanya: “Bagaimana
pengakuanmu terhadap budi pekerti?? .. Beliau menjawab: “Aku mendengarkan
perhuruf darinya, sehingga semua anggota tubuhku menjadi senang,
sesungguhnya seluruh anggota tubuhku mempunyai pendengaran yang bisa
menikmatinya. Kemudian beliau ditanya lagi, bagaimana cara engkau
mencari budi pekerti itu?? .. Beliau menjawab : Aku mencarinya ibarat orang
perempuan yang kehilangan anaknya, kemudian ia mencarinya.Sementara ia
tidak mempunyai orang lain selain anak itu.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tauhid
itu
mengharuskan adanya suatu keimanan. Barang siapa yang tidak beriman,
maka
berarti ia tidak bertauhid. Iman juga mengharuskan adanya
syari’at.Barang siapa yang tidak bersyari’at, maka berarti ia tidak
beriman dan juga tidak bertauhid. Syari’at juga mengharuskan adanya budi
pekerti. Barang siapa yang tidak mempunyai budi pekerti,
maka ia tidak bersyari’at, tidak beriman dan tidak bertauhid (kepada
Allah SWT).
Apa yang telah disampaikan oleh para Nabi dan para ulama’
semuanya merupakan ketentuan yang sangat jelas, kata–kata yang
dikuatkan dengan nur ilham yang mampu menerangkan tentang
betapa luhurnya kedudukan budi pekerti, juga menjelaskan bahwa semua
perbuatan yang bersifat keagamaan, baik yang bersifat bathiniyah maupun
lahiriyah, baik ucapan maupun perbuatan, hal itu tidak akan dianggap
sebagai amal, kecuali apabila perbuatan tersebut dibarengi dengan budi
pekerti yang baik, sifat-sifat yang terpuji dan akhlaq yang mulia. Karena
menghiasi amal perbuatan dengan budi pekerti yang baik diwaktu sekarang
itu merupakan tanda diterimannya amal di saat nanti. Di samping itu
juga, budi pekerti yang baik sebagaimana dibutuhkan oleh pelajar (santri)
ketika ia belajar, seorang guru juga membutuhkannya ketika sedang dalam
proses belajar mengajar.
Ketika derajat akhlaq sudah mencapai pada tingkatan ini,
sementara ketentuan kreteria akhlaq secara detail belumlah jelas, maka
apa yang aku lihat, yakni kebutuhan para pelajar akan budi pekerti dan
susahnya mengulang-ulang untuk mengingatkan kesalahan akhlaq mereka,
telah mendorong aku untuk mengumpulkan risalah ini sebagai pengingat
pribadiku sendiri khususnya dan umumnya orang-orang yang memiliki
wawasan dangkal. Kemudian aku beri nama risalah ini dengan nama “Adab al
Alim Wa al Muta’allim”, semoga dengan risalah ini, Allah memberikan
manfaat dalam kehidupan ini dan setelah mati nanti. Sesungguhnya Allah
adalah Dzat yang menguasai segala kebaikan.
BAB 1
Kutamaan Ilmu Dan Ulama SertaKeutamaan Proses Belajar Dan Mengajar
Allah berfirman:
يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantara engkau dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat “ (Q.S. Al-Mujadalah : 10).
Artinya Allah akan mengangkat derajat para ulama' (orang
yang ahli dalam bidang keilmuan), sebab mereka sanggup memadukan antara
ilmu pengetahuan dan pengamalannya.
Ibnu Abbas telah berkata ra .. : “Derajat ulama’ itu jauh
diatas orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak
antara dua derajat kira-kira perjalanan lima ratus tahun”.
Allah berfirman:
شهد الله أنه لا إله إلا هو و الملائكة وأولو العلم …الاية
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah memulai firmannya
dengan menyebut Dzatnya sendiri, kedua kalinya menyebut malaikat dan
ketiga kalinya menyebut orang-orang yang memiliki ilmu
pengetahuan.
Cukuplah bagimu berpegang teguh pada ketiga hal ini untuk memperoleh kemulyaan, keutamaan dan keagungan.
Allah berfirman:
إنما يخشى الله من عباده العلماء
“ sesungguhnya dari hamba-hamba Allah yang takut kepada Allah adalah para ‘ulama”.(Q. S. Al-Fathir : 28)
Dan Allah juga berfirman:
- إن الذبن أمنوا وعملوا الصالحات أولئك هم خير البرية
- جزاؤهم عند ربهم جنات عدن تجري من تحتهاالانهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم ورضوا عنه ذالك لمن خشي ربه
- “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluq“.
- “Balasan mereka disisi Tuhan mereka adalah surga adn
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal didalamnya
selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha
kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
kepada Tuhanya” ( Q.S. Al Bayyinah:7-8 ).
Dua ayat diatas menetapkan bahwa para ulama’ adalah
orang-orang merasa takut kepada Allah.Orang yang merasa takut kepada
Allah adalah termasuk sebaik-baik makhluq. Dengan demikian dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa mereka adalah sebaik-baik makhluq.
Rasulullah bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka allah akan memberikan kefahaman terhadap ilmu fiqh”.
Rasulullah juga bersabda:
ألعلماء ورثة الأنبياء , وحسبك بهذه الدرجات مجدا وفخرا وبهذه
الرتبة شرفا وذكرا, وإذا كان لا رتبة فوق النبوة فلا شرف فوق شرف الوراثة
لتلك الرتبة
”‘Ulama’ adalah pewaris para Nabi, cukuplah bagimu
dengan derajat ini untuk memperoleh sebuah keagungan dan kebanggaan
diri. Dan (cukuplah bagimu) dengan tingkatan ini untuk memperoleh
kemuliaan dan panggilan yang agung. Ketika sudah tidak ada lagi
tingkatan di atas tingkat kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan
yang melebihi kemuliaan warisan tingkatan tersebut".
Ujung dari sebuah ilmu adalah pengamalan, karena
pengamalan itu adalah buah dari ilmu itu sendiri, fungsi dari pada umur
dan bekal untuk akherat nanti.
Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan
bahagia. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka ia termasuk golongan
orang–orang yang merugi.
Suatu ketika di samping Rasulullah disebutkan ada dua orang
laki-laki, yang pertama adalah orang yang ahli ibadah dan yang kedua
adalah orang yang ahli ilmu. Kemudian Rasulullah berkata: “Keutamaan
orang yang berilmu dibandingkan dengan orang yang ahli ibadah adalah
seperti keutamaanku melebihi kalian semua”.
Rasulullah SAW bersabda :
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة,و طالب العلم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في البحر
“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam
laki-laki dan perempuan. Orang yang mencari ilmu itu akan dimintakan ampun
oleh setiap sesuatu yang ada dimuka bumi ini sampai ikan-ikan yang
berada di lautan”.
Rasulullah SAW bersabda:
من غدا لطلب العلم صلت عليه الملائكة وبورك له في معيشته
“Barang siapa berangkat pergi di pagi hari dengan tujuan
mencari ilmu, maka para malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi
kehidupannya“.
Rasulullah SAW bersabda:
من غدا إلى المسجد لا يريد إلا أن يتعلم خيرا أو يعلمه كان له كاجر حج تام
“Barang siapa yang berangkat pergi di pagi hari untuk
kemasjid, sementara dia tidak menghendaki sesuatu kecuali untuk
mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan, maka berhak
memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang melakukan ibadah haji
secara sempurna”.
Rasulullah SAW bersabda:
ألعالم وا لمتعلم كهذه من هذه وجمع بين المسبحة والتي تليها شريكان في الاجر ولا خير في سائر الناس بعد
“Orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan orang yang
mempelajarinya seperti ini dari ini.Nabi mengumpulkan antara dua jari
telunjuk, jari yang berdampingan merupakan dua jari yang saling
bersekutu dalam hal kebaikan, dan tidak ada satupun kebaikan di kalangan
seluruh manusia setelah proses belajar dan mengajar.
Rasulullah S.A.W bersabda :
أغدعالما أومتعلما أو مستمعا أو محبا لذلك ولا تكن الخامس فتهلك
“Jadilah engkaupengajar atau pelajar atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu pengetahuan.Dan janganlah engkaujadi orang kelima, karena hal itulah engkau akan binasa.
Rasulullah SAW bersabda :
تعلمواالعلم وعلموه الناس
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu kepada manusia lainnya”.
Rasulullah SAW bersabda :
إذا رأيتم رياض الجنة فارتعوا فقيل يا رسول الله وما رياض الجنة, حلق الذكر
Apabila kalian semua melihat taman-taman surga, maka
tempatilah! Kemudian dikatakan, “Wahai Rasulullah .. apa yang dimaksud
dengan taman surga itu? .. Beliau menjawab : “Taman surga itu adalah taman
yang digunakan untuk diskusi atau pertukaran ilmu”.
Imam Atha’ berkata: “Yang dimaksud taman surga itu adalah
majlis-majlis yang digunakan untuk membahas masalah halal dan haram,
bagaimana cara engkau melakukan jual beli, bagaimana cara engkau
melakukan shalat, bagaimana cara engkau mengeluarkan zakat, bagaimana
cara engkau melakukan ibadah haji yang sempurna, bagaimana cara engkau
melakukan pernikahan, bagaimana cara engkau mencerai isteri dan lain
sebagainya”.
Rasulullah SAW bersabda:
تعلموا العلم واعلمول به
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu”.
Rasulullah SAW bersabda:
تعلموا العلم وكونوا من أهله
“Pelajarilah ilmu pengetahuan dan jadilah kalian sebagai ahlinya “.
Rasulullah SAW bersabda:
يوزن يوم القيامة مداد العلماء ودم الشهداء
“Pada hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta (karya-karya) para ulama’ dan darah orang yang mati syahid”
Rasulullah SAW bersabda:
ما عبد الله بشيء أفضل من فقه في الدين , ولفقيه واحد أشد على الشيطان من ألف عابد
“Allah tidak akan disembah dengan sesuatu yang lebih utama
dari pada faham dalam ilmu fiqih (agama), karena sesungguhnya satu
orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh itu lebih berat bagi setan dari
pada seribu orang yang ahli ibadah (tanpa ilmu fiqh)“.
Rasulullah SAW bersabda:
يشفع يوم القيامة ثلاثة الأنبياء ثم العلماء ثم لشهداء
“Ada tiga orang yang berhak memberikan syafa’at kepada
orang lain nanti pada hari kiamat, yaitu: para nabi, para ulama dan para
syuhada”.
Dan diriwayatkan, bahwa para ulama’ nanti pada hari kiamat berdiri diatas mimbar yang terbuat dari cahaya (nur)”.
Imam Al Qadli Husain mencuplik (sebuah hadits) dalam
permulaan catatan kakinya, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda:
“Barang siapa yang mencintai ilmu dan para ulama’, maka semua
kesalahanya tidak akan ditulis selama hidupnya”.
Ia juga mengatakan, telah diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
من صلى خلف عالم فكأنما صلى خلف نبي, فمن صلى خلف نبي فقد غفر له
“Barang siapa yang melakukan shalat dibelakang orang alim,
maka seakan-akan ia melakukan shalat dibelakang Nabi. Dan barang siapa
yang melakukan shalat dibelakang Nabi, maka dosa-dosanya diampuni oleh
Allah”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar ra,
disebutkan bahwa menghadiri tempat-tempat yang digunakan untuk diskusi
ilmiah itu lebih utama dari pada melakukan shalat seribu rakaat (tanpa
ilmu), menyaksikan seribu jenazah dan menjenguk seribu orang sakit.
Umar Ibn Al Khattab ra. telah berkata: “Bahwa seorang
laki-laki tentunya akan keluar dari rumahnya, sementara dia mempunyai
banyak dosa yang menyamai besarnya gunung Tihamah. Ketika ia mendengar
orang alim, maka ia merasa takut dan ia kemudian bertaubat dari perbuatan
dosanya, kemudian ia kembali kerumahnya dalam keadaan besih dari dosa,
oleh karena itu janganlah kalian berpisah dari tempat–tempat para
ulama’, karena sesungguhnya Allah menciptakan sejengkal tanahpun di muka
bumi ini yang lebih mulia dibandingkan dengan tempat yang digunakan
diskusi para alim ulama.
Imam Al Syarmasahy Al Maliki mencuplik sebuah hadits dalam pengantar kitabnya “Nazdm Al Dlurar” .. ”Diriwayatkan
dari nabi SAW, beliau bersabda: “Barang siapa yang mengagungkan orang
alim, maka sesungguhnya ia telah mengagungkan Allah SWT, dan barang
siapa yang telah meremehkan orang alim, maka berarti ia telah
meremehkan Allah dan RasulNya.
Sahabat Ali Karramhullah wajhah telah berkata: “Cukuplah
dengan ilmu kemulyaan dapat diperoleh, walaupun yang mengakui seseorang
yang tidak pernah melaksanaknnya. Dan cukuplah dengan kebodohan kehinaan
itu diperoleh, walaupun seseorang berusaha membebaskan diri dari
kebodohan itu”. Kemudian beliau menyanyikan sebuah lagu:
Cukuplah kemuliaan diperoleh dengan ilmu walaupun yang mengakui (hanyalah) orang bodoh.
Dan ia akan gembira jika suatu saat di nisbatkan paada ilmu.
Dan cukuplah kehinaan diperoleh dengan kebodohan, tetapi aku Dijaga bila aku dinisbatkan kepadanya. Dan aku akan marah.
Ibnu Al Zubair pernah berkata: “Bahwasanya Abu Bakar pernah
mengirimkan surat kepadaku, ketika itu aku sedang berada di Iraq. Isi
dari surat tersebut adalah sebagai berikut: “Wahai anakku berpegang
teguhlah pada ilmu pengetahuan, karena ketika engkau menjadi orang
miskin maka ilmu itu akan menjadi harta, dan ketika engkau menjadi orang
kaya, maka ilmu itu akan menjadi perhiasan”.
Wahb bin Munabbah berkata: “Sesuatu yang diperoleh dari ilmu itu bermacam-macam;
- Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu orang yang rendahan.
- Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan.
- Dekat (di hati ummat), walaupun ia berada di daerah jauh.
- Kekayaan, walaupun ia miskin harta.
- Kewibawaan, walaupun ia orang yang rendah diri.
Kemudian ia menyanyikan sebuah lagu dalam memaknainya:
Ilmu itu akan mengantarkan suatu kaum pada puncak kemulyaan
Orang yang mempunyai lmu itu akan terjaga dari kerusakan.
Hai orang yang mempunyai ilmu bersahajalah!, janganlan engkau mengotorinya
Dengan perbuatan-perbuatan yang merusak, karena tidak ada pengganti terhadap sebuah ilmu.
Ilmu itu mengangkat sebuah rumahyang tak bertiang
Bodoh itu merobohkan sebuah rumah keluhuran dan kemulyaan.
Abu Muslim Al Khaulani ra. berkata: “Para ulama’ dibumi itu
seperti bintang-gemintang yang bergelantungan di atas langit.Jika
bintang-gemintang itu tampak bagi manusia, maka mereka mendapatkan
petunjuk karenanya.Tetapi jika bintang-gemintang itu tampak suram, maka
mereka kebingungan karenanya.
Kemudian ia menyaikan sebuah syair lagu dalam memaknainya:
Tempuhlah ilmu di manapun ilmu itu berada
Dari ilmu, bukalah setiap orang yang mempunyai pemahaman terhadap ilmu
Ilmu berguna untuk menerangi hati dari kebutaan
Dan menolong agama, di mana perintah menolong adalah kewajiban.
Pergaulilah para periwayat ilmu, dan temanilah para pilihan mereka
Maka, persahabatan dengan mereka adalah sebuah hiasan, dan bercampur dengan mereka adalah sebuah keberuntungan.
Janganlah engkau palingkan kedua pandanganmu dari mereka, sesungguhnya mereka
Ibarat bintang-gemintang yang menjadi petunjuk, bila satu bintang hilang, maka muncul bintang yang lain.
Demi Allah, seandainya ilmu tidak ada, niscaya hidayah tak akan tampak
Dan tak tampak pula tanda-tanda perkara yang ghaib
Ka’ab Al Akhbar berkata: “Seandainya pahala tempat diskusi
tampak pada manusia, niscaya mereka akan saling membunuh berebut pahala,
sehingga para pemimpin meninggalkan pemerintahannya dan para Bos pasar
akan meninggalkan pasarnya.
Sebagian ulama’ salaf berkata: “Sebaik-baik pemberian adalah akal, sedangkan sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.
Sebagian ulama’ salaf yang lain juga berkata: “Ilmu itu
sebagai pengaman dari tipu daya setan, juga sebagai benteng dari tipu
daya orang yang dengki dan sebagai petunjuk akal”.
Kemudian ia menyanyikan sebuah syair lagu tentang maknanya :
Alangkah bagusnya akal dan alangkah terpujinya orang yang berakal
Alangkah jeleknya kebodohan dan alangkah tercelanya orang bodoh.
Tak ada ucapan seseorang yang pantas dalam suatu perdebatan
Kebodohan itulah yang akan merusaknya pada hari nanti ketika ia ditanya.
Ilmu adalah sesuatu yang paling mulia yang diperoleh seseorang
Orang yang tidak berilmu , maka ia bukanlah laki-laki.
Wahai saudara kecilku ! Pelajarilah ilmu dan amalkanlah
Ilmu itu merupakan sebuah perhiasan bagi orang yang benar-benar telah mengamalkannya.
Diriwayatkan dari Muadz Bin Jabal ra. ia berkata:
“Pelajarilah ilmu pengetahuan, karena mempelajarinya adalah suatu
kebajikan, mencarinya adalah suatu ibadah, mendiskusikannya adalah
tasbih, membahasnya adalah jihad, menyerahkannya adalah upaya pendekatan
diri kepada Allah SWT dan mengajarkannya kepada orang yang tidak
berilmu adalah shadaqah.
Fuzdail bin ‘Iyadl ra. telah berkata: “Orang yang alim yang
mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka ia akan diundang dikerajaan
langit sebagai orang besar”.
Sufyan bin ‘Uyainah telah berkata: “Kedudukan manusia yang
paling tinggi disisi Allah adalah orang yang berada di antara Allah dan
di antara hamba-hambaNya. Mereka itulah para nabi dan para ulama’”.
Ia juga mengakatan: “Di dunia ini seseorang tidak akan
diberi sesuatu yang lebih utama dari pada derajat kenabian dan tidak ada
sesuatupun setelah derajat kenabian yang lebih utama dari pada ilmu
pengetahuan dan ilmu fiqh”. Kemudian ia ditanya” Dari siapa perkataan
ini?”.Ia menjawab:”Dari seluruhpara ahli fiqh”.
Imam Al Syafi’i ra. telah berkata: “Seandainya para ahli
fiqh yang selalu mengamalkan ilmunya bukan sebagai kekasih Allah, niscaya
Allah tidak akan mempunyai seorang wali”
Ibnu al Mubarak ra. berkata .. ”Seseorang itu masih
dianggap pandai selama ia mencari ilmu. Apabila ada seseorang menganggap
bahwa dirinya pandai, maka ia benar-benar telah bodoh”.
Imam Waqi’ berkata: “Seorang laki-laki tidak akan dikatakan
orang alim, sehingga ia mau mendengarkan orang yang lebih tua, mau
mendengar orang yang sebanding dengannya, dan mau mendengar orang yang
lebih muda darinya.
Sufyan Al Tsauri berkata : “Keajaiban-keajaiban itu merata
ada dimana-mana.Pada akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi,
bencana yang menimpa manusia banyak. Sedangkan musibah masalah keagamaan
sekarang ini lebih banyak lagi. Bencana-bencana itu merupakan peristiwa
yang besar, namun kematian para ‘ulama merupakan peristiwa yang lebih
besar. Sesungguhnya hidup orang alim itu adalah rahmat bagi umat,
sedangkan kematiannya agama Islam menyebabkan suatu cacat”.
Dalam kitab Shahih Al Bukhari dan Al Muslim ada sebuah hadits
yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Amr Ibn al ‘Ash ra. ia berkata:
“Aku mendengar dari Rasulullah, beliau besabda: “Sesungguhnya Allah
tidak mengambil ilmu dengan cara mencabut ilmu tersebut dari manusia,
akan tetapi Allah mencabut ilmu dari muka bumi ini dengan cara mencabut
nyawa orang-orang yang para ulama’, sehingga jika seorang alim sudah tak
tersisa, masyarakat mengangkat para pemimpin yang bodoh. Maka
ditanyalah pemimpin-pemimpin itu (tentang masalah keagamaan), kemudian
mereka memberikan fatwa tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan, sehingga
mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain”.
FASHAL
Semua hal yang telah disebutkan diatas; yakni keutamaan
ilmu dan orang yang memiliki ilmu, hanyalah hak ulama yang mengamalkan
ilmunya, berkepribadian baik dan bertakwa yang bertujuan untuk
memperoleh keridhaan Allah SWT, dekat dihadapanNya dengan mendapatkan
surga yang penuh dengan kenikmatan. Bukanlah orang yang ilmunya dimaksudan
untuk tujuan-tujuan duniawi, yakni jabatan, harta benda atau
berlomba-lomba memperbanyak pengikut.
Telah diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mencari
ilmu untuk menjatuhkan para ulama’, atau berdebat dengan para ahli fiqh
atau bertujuan untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah akan
memasukkannya ke dalam api neraka” (H.R. Al Turmudzi).
Dan diriwayatkan dari Nabi SAW: “Barang siapa mempelajari
ilmu yang seharusnya dicari hanya karena Dzat Allah, tetapi bia tidak
mempelajarinya kecuali untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, maka ia
tidak akan mendapatkan aroma surgawi”.
Juga diriwayatkan beliau: “Barang siapa yang mecari ilmu
karena selain Allah atau menghendaki Dzat Allah maka, tempatilah tempat
duduknya dari api neraka.
Juga diriwayatkan beliau; “Pada hari kiamat nanti akan
didatangkan seorang alim, kemudian ia dilemparkan kedalam api neraka
sehingga ususnya terburai keluar dari perutnya, kemudian ia
berputar-putar didalam neraka laksana keledei yang berputar sambil
membawa alat penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka mengerumuninya
sambil bertanya: “Apa yang menyebabkanmu seperti ini?.Ia menjawab: “Aku
memerintahkan orang lain agar melakukan kebaikan, tetapi aku sendiri tidak
melakukannya dan aku melarang orang lain agar tidak melakukan perbuatan
yang buruk, sementara aku sendiri melakukannya”.
Diriwayatkan dari Bisyr ra.: “Allah memberikan wahyu kepada
Nabi Dawud as.:”Janganlah engkau jadikan antara aku dan engkau ada
seorang yang alim yang terfitnah, sehingga sifat takkaburnya (sombong)
menjauhkan dirimu untuk mencintai aku. Mereka itu adalah orang yang
pekerjaanya menghadang hamba-hambaku ditengah jalan”.
Sufyan Al Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu dipelajari hanyalah
untuk bertaqwa.Kelebihan ilmu atas ilmu yang lain hanya karena ilmu
digunakan bertaqwa kepada Allah SWT. Jika tujuan ini menjadi cacat dan
niat orang yang mencari ilmu menjadi rusak, dengan pengertian bahwa ilmu
itu digunakan untuk mencapai perolehan hal-hal duniawi; berupa harta atau
jabatan, maka pahala orang yang mencari ilmu itu benar-benar telah
terhapus dan ia benar-benar telah dengan kerugian yang amat sangat.
Al Fudlail bin ‘Iyadl telah berkata: ”Para ulama’ yang
fasiq dan orang–orang yang hafal Al-Qur’an telah mendatangi aku dan nanti
pada hari kiamat mereka akan disiksa terlebih dahulu sebelum disiksanya
orang yang menyembah berhala”.
Al Hasan al Basri telah berkata: ”Siksaan ilmu pengetahuan
adalah hati yang mati, kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud dengan
hati yang mati?.Ia menjawab: “Matinya hati adalah mencari harta dunia
dengan menggunakan perbuatan-perbuatan akhirat”.
BAB KEDUA
Akhlaq pelajar (santri) pada dirinya sendiri
Etika pelajar terhadap dirinya sendiri ada sepuluh macam, yaitu :
- Harus mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya ia pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna yang tersirat”
- Harus memperbaiki niat dalam mencari ilmu, dengan tujuan untuk mencari ridha Allah SWT, serta mampu mengamalkannya, menghidupkan syari’at, untuk menerangi hati, menghiasi batin dan mendekatakn diri kepada Allah SWT. Tidak bertujuan untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, misalnya menjadi pimpinan, jabatan, harta benda, mengalahkan teman saingan, biar dihormati masyarakat dan sebagainya.
- Harus berusaha sesegera mungkin memperoleh ilmu diwaktu masih belia dan memanfaatkan sisa umurnya. Jangan sampai tertipu dengan menunda-nunda belajar dan terlalu banyak berangan-angan, karena setiap jam akan melewati umurnya yang tidak mungkin diganti ataupun ditukar”. Seorang pelajar harus memutuskan urusan-urusan yang merepotkan yang mampu ia lakukan, juga perkara-perkara yang bisa menghalangi kesempurnaan mencari ilmu, serta mengerahkan segenap kemampuan dan bersungguh-sungguh dalam menggapai keberhasilan.Maka sesungguhnya hal itu akan menjadi pemutus jalan proses belajar.
- Harus menerima apa adanya (qana’ah) berupa segala sesuatu yang mudah ia dapat, baik itu berupa makanan atau pakaian dan sabar atas kehidupan yang berada dibawah garis kemiskinan yang ia alami ketika dalam tahap proses mencari ilmu, serta mengumpulkan morat-maritnya hati akibat terlalu banyaknya angan-angan dan keinginan, sehingga sumber-sumber hikmah akan mengalir kedalam hati. Imam Al Syafi’i telah berkata: “Orang yang mencari ilmu tidak akan bisa merasa bahagia, apabila ketika mencari ilmu disertai dengan hati yang luhur dan kehidupan yang serba cukup, akan tetapi orang-orang yang mencari ilmu dengan perasaan hina, rendah hati, kehidupan yang serba sulit dan menjadi pelayan para ulama’, dialah orang yang bisa merasakan kebahagiaan
- Harus bisa membagi seluruh waktu dan menggunakannya setiap kesempatan dari umurnya, sebab umur yang tersisa itu tidak ada nilainya. Waktu yang paling ideal dan baik digunakan oleh para pelajar:Waktu sahur digunakan untuk menghafalkan. Waktu pagi digunakan untuk membahas pelajaran. Waktu tengah hari digunakan untuk menulis. Waktu malam digunakan untuk meninjau ulang dan mengingat pelajaran. Sedangkan tampat yang paling baik digunakan untuk menghafalkan adalah di dalam kamar dan setiap tempat yang jauh dari perkara yang bisa membuat lupa. Tidak baik menghafalkan pelajaran didepan tumbuh-tumbuhan, tanaman-tanaman yang hijau, di tepi sungai dan ditempat-tempat yang ramai.
- Harus mempersedikit makan dan minum, karena apabila perut dalam keadaan kenyang maka akan menghalangi semangat ibadah dan badan menjadi berat. Salah satu faedah mempersedikit makan adalah badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair : Sesungguhnya penyakit yang kau saksikan itu kebanyakan Timbul dari makanan dan minuman, Sedangkan sehatnya hati itu terhindar dari perbuatan lacur, melampaui batas dan sombong, dan tidak tampak seorang pun dari para kekasih Allah, para pemimpin ummat dan para ulama’ yang terpilih yang bersifat atau mempunyai ciri seperti itu; banyak makan dan tidak akan terpuji karenanya. Banyak makan akan menjadikanya pada binatang yang tidak berakal dan dipersiapkan untuk bekerja.
- Harus mengambil tindakan terhadap dirinya sendiri dengan sifat wira’i (menjaga diri dari perbuatan yang bisa merusak harga diri) serta berhati-hati dalam setiap keadaan, memperhatikan kehalalan makanannya, baik itu berupa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan setiap sesuatu yang ia butuhkan, agar hatinya terang dan pantas untuk menerima ilmu, cahaya ilmu dan mengambil kemanfaatan ilmu. Seyogyanya pencari ilmu juga menggunakan kemudahan kemudahan pada tempatnya ketika dibutuhkan dan adanya sebab–sebabnya, karena Allah menyukai kemurahan –kemurahannya dilaksanakan sebagaimana Dia menyukai ketetapan-ketetapanNya dilaksanakan.
- Harus mempersedikit makan yang merupakan salah satu sebab tumpulnya otak (dedel: Jawa), lemahnya panca indra, seperti buah apel yang masam, kacang sayur, minum cuka’, begitu juga makanan yang menimbulkan banyak dahak, yang dapat mempertumpul akal fikiran dan memperberat badan, seperti terlalu banyak minum susu, makan ikan dan yang lain sebagainya Seyogianya juga ia menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan lupa secara khusus seperti memakan makanan yang telah dimakan tikus, membaca tulisan di maesan (pathok pekuburan), masuk di antara dua ekor unta yang ditarik dan menjatuhkan kutu dalam keadaan hidup.
- Harus berusaha untuk mengurangi tidur selama tidak menimbulkan bahaya pada tubuh dan akal pikirannya. Jam tidur tidak boleh melebihi dari delapan jam dalam sehari semalam. Dan itu sepertiga dari waktu satu hari (dua puluh empat jam). Jika keadaannya memungkinkan untuk beristirahat kurang dari sepertiganya waktu dalam sehari semalam maka ia dipersilahkan untuk melakukannya. Apabila ia merasa terlalu lelah, maka tidak ada masalah untuk memberikan kesempatan beristirahat terhadap dirinya, hatinya dan penglihatannya dengan cara mencari hiburan, bersantai ke tempat-tempat hiburan sekiranya pulih kembai dan tidak menyia-nyiakan waktu.
- Harus meninggalkan pergaulan, karena meninggalkannya itu lebih penting dilakukan bagi pencari ilmu, apalagi bergaul dengan lawan jenis khususnya jika terlalu banyak bermain dan sedikit menggunakan akal fikiran, karena watak dari manusia adalah banyak mencuri kesempatan (nyolongan).Bahaya dari pergaulan adalah menyia-nyiakan umur tanpa guna dan berakibat hilangnya agama, apabila bergaul bersama orang yang tidak beragama. Jika ia membutuhkan orang yang bisa menemaninya, maka orang itu harus shaleh, kuat agamanya, takut kepada Allah, wira’i, bersih hatinya, banyak berbuat kebaikan, sedikit berbuat kejelekan, memilki harga diri yang baik, sedikit perselisihannya (tidak ngeyelan).Jika ia lupa, maka temannya mengingatkan, dan bila ia ingat, maka berarti temannya telah menolongnya.
BAB KETIGA
Akhlaq Seorang Pelajar Terhadap Gurunya
Akhlaq orang yang menuntut ilmu ketika bersama–sama dengan gurunya ada dua belas macam budi pekerti, yaitu :
- Berangan-angan, berfikir yang mendalam kemudian melakukan shalat istikharah, kepada siapa ia harus mengambil ilmu dan mencari bagusnya budi pekerti darinya. Jika memungkinkan seorang pelajar, hendaklah memilih guru yang sesuai dalam bidangnya, ia juga mempunyai sifat kasih sayang, menjaga muru’ah (etika), menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan mertabat seorang guru. Ia juga seorang yang bagus metode pengajaran dan pemahamannya.Diriwayatkan dari sebagian ulama’ salaf: “Ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil atau belajar agama kalian”.
- Bersungguh-sungguh dalam mencari seorang guru, ia termasuk orang yang mempunyai perhatian khusus terhadap ilmu syari’at dan termasuk orang-orang yang dipercaya oleh para guru-guru pada zamanya, sering diskusi serta lama dalam perkumpulan diskusinya, bukan termasuk orang-orang yang mengambil ilmu berdasarkan makna yang tersurat dalam sebuah teks dan tidak dikenal guru-guru yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi. Imam kita Al-Syafi’i berkata: “Barang siapa yang mempelajari ilmu fiqh hanya memahami makna–makna yang tersurat saja, maka ia telah menyia-nyiakan beberapa hukum”.
- Menurut terhadap gurunya dalam segala hal dan tidak keluar dari nasehat-nasehat dan aturan-aturannya. Bahkan, hendaknya hubungan antara guru dan muridnya itu ibarat pasien dengan dokter spesialis. Sehingga ia minta resep sesuai dengan anjurannya dan selalu berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh ridhanya terhadap apa yang ia lakukan dan bersungguh sungguh dalam memberikan penghormatan kepadanya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melayaninya. Hendaknya seorang pelajar tahu bahwa merendahkan diri di hadapan gurunya merupakan kemulyaan, kertundukannya kepada gurunya merupakan kebanggaan dan tawadlu’ dihadapannya merupakan keterangkatan derajatnya.
- Memandang guru dengan pandangan bahwa dia adalah sosok yang harus dimuliakan dan dihormati dan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna. Karena pandangan seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya. Abu Yusuf berkata: “Aku mendengar para ulama’ salaf berkata: “Barang siapa yang tidak mempunyai sebuah (I’tiqad) keyakinan tentang kemulyaan gurunya, maka ia tidak akan bahagia. Maka bagi pelajar jangan memanggil guru dengan menggunakan ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu), ia juga jangan memanggil dengan namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan: ” yaa sayyidi” , wahai tuanku atau “yaa ustadzi”, wahai guruku. Juga ketika seorang guru tidak berada ditempat, maka pelajar tidak diperkenankan memanggil dengan sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai dengan sebutan yang memberikan pengertian tentang keagungan seorang guru, seperti apa yang di ucapkan pelajar:”Al Syekh Al Ustadz berkata begini,begini“atau “guru kami berkata” dan lain sebagainya.
- hendaknya pelajar mengetahui kewajibannya kepada gurunya dan tidak pernah melupakan jasa-jasanya, keagungannya dan kemulyaannya, serta selalu mendoakan kepada gurunya baik ketika beliau masih hidup atau setelah meniggal dunia. Selalu menjaga keturunannya, para kerabatnya dan orang-orang yang beliau kasihi, dan selalu menekankan terhadap dirinya sendiri untuk selalu berziarah kemakam belaiu untuk memintakan ampun, memberikan shadaqah atas nama beliau, selalu menampakkan budi pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain yang membutuhkannya, disamping itu pelajar harus selalu menjaga adat istiadat, tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan oleh gurunya baik dalam masalah agama atau dalam masalah keilmuan, dan menggunakan budi pekerti sebagaimana yang telah dilakukan oleh gurunya, selalu setia, tunduk dan patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan dimanapun ia berada.
- pelajar harus mengekang diri , untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, marah, murka atau budi pekerti, prilaku beliau yang kurang diterima oleh santrinya. Hendaklah hal tersebut tidak menjadikan pelajar lantas meninggalkan guru (tidak setia) bahkan ia harus mempunyai keyakinan, i’tiqad bahwa seorang guru itu mempunyai derajat yang sempurna, dan berusaha sekuat tenaga untuk menafsiri , menakwili semua pekerjaan-pekerjaan yang ditampakkan dan dilakukan oleh seorang guru bahwasanya yang benar adalah kebalikannya, dengan pena’wilan dan penafsiran yang baik. Apabila seorang guru berbuat kasar kepada santrinya, maka yang perlu dilakukan pertamakali adalah dengan cara meminta ampunan kepada guru dan menampakkan rasa penyesalan diri dan mencari kerilaan, ridha dari gurunya, karena hal itu akan lebih mendekatkan diri pelajar untuk mendapatkan kasih agung guru.
Delapan, apabila pelajar duduk dihadapan kyai, maka
hendaklah ia duduk dihadapannya dengan budi pekerti yang baik, seperti
duduk bersimpuh diatas kedua lututnya (seperti duduk pada tahiyat awal)
atau duduk seperti duduknya orang yang melakukan tahiyat akhir, dengan
rasa tawadlu’ , rendah diri, thumakninah (tenang ) dan khusu’.
Sang santri tidak diperbolehkan melihat kearah gurunya
(kyai) kecuali dalam keadaan dharurat, bahkan kalau memungkinkan sang
santri itu harus menghadap kearah gurunya dengan sempurna sambil melihat
dan mendengarkan dengan penuh perhatian, selanjutnya ia harus berfikir,
meneliti dan berangan-angan apa yang beliau sampaikan sehingga gurunya
tidak perlu lagi untuk mengulagi perkataannya untuk yang kedua kalinya.
Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat kearah kanan,
arah kiri atau melihat kearah atas kecuali dalam keadaan dlarurat,
apalagi gurunya sedang membahas, berdiskusi tentang berbagai macam
persoalan.
Pelajar tidak diperbolehkan membutat keaduhan sehingga
sampai didengar oleh sang kyai dan tidak boleh memperhatikan beliau,
santrijuga tidak boleh mempermainkan ujung bajunya, tidak boleh membuka
lengan bajunya sampai kedua sikutnya, tidak boleh mempermainkan beberapa
anggota tubuhnya , kedua tangan, kedua kaki atau yang lainya, tidak
boleh membuka mulutnya, tidak boleh menggerak-gerakkan giginya, tidak
boleh memukul tanah atau yang lainya dengan menggunakan telapak tanganya
ayau jari-jari tanganya, tidak boleh mensela-selai kedua tangannya dan
bermain-main dengan mengunakan sarung dan sebagainya.
Santri ketika berada dihadapan sang kyai maka ia tidak
diperbolehkan menyandarkan dirinya ketembok, ke bantal, juga tidak boleh
memberikan sesiuatyu kepada nya dari arah samping atau belakang, tidak
boleh berpegangan pada sesuatu yang berada diselakangnya atau
sampingnya.. Santri juga tidak diperkenankan untuk menceritakan sesuatu
yang lucu, sehingga menimbulkan tertawa orang lain, ada unsur penghinaan
kepada sang guru, berbicara dengan menggunakan kata-kata yang sangat
jelek, dan menampakkan prilaku dan budi pekerti yang kurang baik
dihadapan gurunya.
Santri juga tidak boleh menertawakan sesuatu kecuali
hal-hal yang kelihatan sangat menggelikan, lucu dan jenaka, ia tidak
boleh mengagumi sesuatu ketika ia berada dihadapan gurunya.
Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu,
sehingga membuat santri tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa tidak
terlalu keras, tidak mengeluarkan suara. Ia juga tidak boleh membuang
ludah, mendehem selama hal itu bisa ditahan atau memungkinkan, namun
apabila tidak mungkin untuk dilakukan maka seyogianya ia melakukannya
dengan santun. Ia tidak boleh membuang ludah atau mengeluarkan riya dari
mulutnya, namun yang paling baik adalah seharusnya itu dilakukan dengan
menggunakan sapu tangan atau menggunkana ujung bajunya untuk dipakai
sebagai tempat riya’ tersebut.
Apabila pelajar sedangbersin , maka hendaknya berusaha
untuk memelankan sauranya dan menutupi wajahnya dengan menggunakan sapu
tangan umpamanya. Apabila ia membuka mulut karena menahan rasa kantuk (angop) maka hendaknya ia menutupu mulutnya dan berusaha untuk tidak membuka mulut (angop).
Sebagai pelajar ketika sedang berada dalam sebuah
pertemuan, dihadapan teman, saudara hendaknya memekai budi pekerti yang
baik, ia selalu menghormati para sahabtnya, memulyakan para pemimpin,
pejabat, dan teman sejawatnya, karena menampakkanbudi pekerti yang baik
kepada mereka, berarti ia telah menghormati para kyainya, dan
menghormati pada majlis (pertemuan). Hendaknya ia juga tidak keluar dari
perkempulan mereka, majlis dengan cara maju ataupun mundur kearah
belakang, santri (pelajar ) juga tidak boleh berbicara ketika sedang
berlangsung pembahasan sebuah ilmu dengan hal-hal yang tidak mempunyai
hubungan dengan kegiatan ilmu tersebut, atau mengucapkan sesuatu yang
bisa memutus pembahas ilmu.
Apabila sebagian santri (orang yang mencari ilmu) itu
berbuat hal hal yang idak kita inginkan ( jelek ) terhadap salah seorang
, maka ia tidak boleh dimarahi, disentak-sentak, kecuali gurunya
sendiri yang melakukan hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah
isyarat kepada santri yang lain utnuk melakukannya.
Apabila ada seseorang yang melakukan hal-hal yang negatif
terhadap seorng syaikh, maka kewajiban bagi jamaah adalah membentak
orang tersebut dan tidak menerima orang tersebut dan membantu syaikh
dengan kekauatan yang dimiliki (kalau memungkinkan).
Pelajar tidak boleh mendahului gurunya dalam menjelaskan
sebuah permasalahan atau menjawab beberapa persoalan, kecuali ia
mendapai idzin dari sang guru.
Termasuk sebagaian dari mengagungkan seorang kyai adalah
santri tidak boleh duduk-duduk disampingnya, diatas tempat shalatnya,
diatas tempat tidurnya. Seandainya sang guru memerintahkan hal itu
kepada muridnya, maka jangan ia sampai melakukannya, kecuali apabila
sang guru memang memaksa dan melakukan intimidasi kepada santri yang
tidak mungkin untukmenolaknya, maka dalam keadaan seperti ini baru
diperbolehkan untuk menuruti perintah sang guru, dan tidak ada dosa.
Namun setelah itu ia harus berprilaku sebagaimana biasanya, yaitu dengan
menjunjung tinggi akhlaqul karimah.
Dikalangan orang banyak telah timbul sebuah pertanyaan,
manakah diantara dua perkara yang lebih utama, antara menjunjung tinggi
dan berpegang teguh pada perintah sang guru namun bertentangan dengan
akhlaqul karimah dengan menjunjung tinggi-tinngi nilai-nilai akhlaq dan
me;lupakan perinyah sang guru ?.
Dalampermasalahan ini, menurut pendapat yang paling tinggi
(rajih) adalah hukumnya tafsil; apabila perintah yang diberikan oleh
guru tersebut bersifat memaksa sehingga tidak ada kemungkinan sedikitpun
untuk menolaknya, maka hukumya yang paling baik adalah menuruti
perintahnya, namun bila perintah itu hanya sekedarnya dan bersifat
anjuran , maka menjunjung tinggi nilai moralitas adalah diatas
segala-galanya, karena pada satu waktu guru diperbolehkan untuk
menampakkan sifat menghormati dan perhatian kepada santrinya (murid)
sehingga akan wujud sebuah keseimbangan (tawazun) dengan
kewajiban-kewajibannya untuk menghormati guru dan berprilaku, budi
pekerti yang baik tatkala bersamaan dengan gurunya.
BAB EMPAT
Akhlaq Pelajar Terhadap Pelajarannya.
Akhlaq pelajar terhadap pelajaranya dan hal-hal yang harus
ia pegang ketika bersama-sama dengan syaikh (ulama’) dan teman-temannya.
Mengenai hali ini ada sepuluh etika, yaitu :
Satu, Hendaknya pelajarmemulai
pelajaran dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain, sehingga
pada langkah pertama ini ia cukup menghasilkan empat ilmu pengetahuan
yaitu:
a. Pelajar harus mengetahu tentang ilmu tauhid, ilmu yang
mempelajari tentang ke Esa-an Tuhan. Ia harus mempunyaikeyakinan bahwa
Allah SWT itu ada, mempunyai sifat dahulu, kekal serta tersucikan dari
sifat-sifat kurang dan mempunyai sifatsempurna.
b.Cukuplah bagi pelajar untuk mempunyai keyakinan, bahwa
Dzat Yang Maha Luhur mempunyai sifat kuasa, menghendaki, sifat ilmu,
hidup, mendengar, melihat, kalam. Seandainya ia menambahnya dengan dalil
atau bukti-bukti dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah maka itu merupakan
kesempurnaan ilmu.
c.Ilmu fiqh, ilmu yang dipergunakan untuk mengetahu
ilmu–ilmu syari’at islam yang diambil dari dalil-dalil syara’ tafsily.
Ilmu ini merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mampu mengantarkan kepada
pemiliknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taat ), dimulai
dari cara-cara bersuci, shalat, puasa.
Apabila pelajar (murid) termasuk orang-orang yang mempunyai harta melimpah (min jumlatil agniya’ ) maka ia harus mempelajari ilmu yang mempunyai kaitan dengan harta tersebut , ilmu ekonomi , iqtishad. Ia
tidak diperbolehkan untuk mengamalkan, mengimplementasikan,
mengejawantahkan sebuah ilmu sebelum ia mengerti tentang hukum-hukum
Allah.
Kempat, ilmu tasawuf, ilmu yang menjelaskan tentang
keadaan–keadaan, maqam, tingkatan, dan membahas tentang rayuan dan tipu
daya nafsu dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Secara keseluruhan Imam Al Gazali telah menyebutkan keempat macam ilmu tersebut dalam kitabnya : “BIDAYAH AL HIDAYAH”, juga telah di sebutkan oleh Sayyid Abdullah bin Thahir dalamkitab “SULLAM AL TAUFIQ”.
Dua, Setelah santri mempelajari
ilmu-ilmu yang bersifat fardlu ‘ain maka hendaklah dalam langkah
selanjutnya ia mempelajari ilmu-ilmu yang berkatan dengan kitab Allah
(tafsir Al Qur’an) sehingga ia mempunyai keyakinan dan i’tiqad yang
sangat kuat.
Ia harus bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir Al Qur’an
dan beberapa ilmu yang lain, karena Al Qur’an merupakan sumber dari
segala ilmu pengetahuan yang ada di muka bumi dan sekaligus induk dan
ilmu yang paling penting, setelah itu hendaknya ia menghafalkan setiap
materi, ilmu yang pembahasannya tidak terlalu panjang, bertele-tele
(ikhtishar) yang dikumpulkan dari ilmu hadits, hadits, fiqh, ushul fiqh,
nahwu dan sharaf.
Kesibukan yang dijalani oleh pelajar dalam mencari ilmu
jangan sampai melupakan untuk membaca Al Qur,an , menjaganyha, selalu
istiqamah dan selalu membacanya sebagai kegiatan sehari-hari (wadhifah).
Hendaknya ia mampu menjaga Al qur’an setelah menghafapalkannya, karena
berdasarkan dalil al hadits yang menjelaskan tentang hal itu.
Setelah santri mampu menghafalkan Al Qur’an dengan baik,
maka hendaklah hafalan itu ditashihkan , disetorkan kepada seorang guru
(kyai) untuk disima’ dan didengar. Ketika sedang terjadi proses
menghafalkan itu pelajar sejak awal menjaga dirinya jangan sampai
selalu berpegang, melihat pada kitabnya, bahkan dalam setiap materi
pelajaran semestinya ia harus berpegang teguh pada orang-orang yang bisa
memberikan pengajaran, pendidikan yang baik terhadap materi tersebut
dan lebih mengutamakan praktek.
Sebagai santri ketika berada dihadapan gurunya ia harus
selalu menjaga agamanya, menjaga ilmunya, kasih akung pada yang lain dan
sebagainya. …..
Tiga, sejak awal pelajar harus
bisa menahan diri dan tidak terjebak dalam pembahasan mengenai hal-hal
yang masih terdapat perbedaan pandangan, tidak ada persamaan persepsi
di antara para ulama’ (khilafiah ) secara mutlak baik yang berhubungan
dengan pemikiran-pemikiran ataiu yang bersumber dari Tuhan, karena
apabila hal itu masih dilakukan oleh pelajar maka sudah barang tentu
akan membuat hatinya bingung, dan membuat akal fikiran tidak tenang.
Bahkan sejak awal ia harus bisa meyakinkan dirinya untuk
berpegang pada hanya satu kitab saja dalam satu materi pelajaran, dan
bebrapa kitab pada bebera meteri pelajaran dengan syarat apabila ia
mampu dengan menggunakan satu metode dan mendapat izin dari sang kyai
(guru), namun apabila sistem pengajaran yang telah diberikan oleh
gurunya itu hanya menukil, memindah pendapat dari beberapa mazhab dan
masih ada ikhtilaf di kalangan ulama’ itu sendiri sedangkan ia sendiri
tidak mempunyai satu pendapatpun, maka sebagaimana yang telah dikatakan
oleh Imam Al Gazali, hendaknya ia mampu menjaga dari hal seperti itu
karena antara manfaat dan kerusakan (mafsadat) masih lebih banyak kerusakannya.
Begitu juga seorng santri ketika masih dalam tahap
permulaan dalam belajar hendaknya ia menghindarikan diri mempeleajari
berbagai macam buku, dan kitab karena hal itu akan visa menyia-nyiakan
waktunya dan hati tidak biasa konsentrasi., tidak fokus pada satu
pelajaran bahkan ia harus memberikan seluruh kitab-kitab dan pelajaran
yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat sampai dimana kemampuan
pelajarsehingga guru bisa memberikan bimbingan dan arahan sampai pelajar
yaqin, dan mampu dalam menguasai palajarannya.
Begitu juga menukil,. Memindah, meresum dari satu kitab
pada kitab yang lain tampa adanya hal-hal yang mewajibkan, karena
apabila hal itu dilakukan maka akan muncul indikasi, pertanda kebosanan
dan menjadi tanda bagi orang yang tidak bisa memperoleh kebahagiaan.
Namun apabila sang santri sudah mempunyai basic, latar
belakang kemampuan yang sudah memadai dan menukil suatu permasalahan
hanyalah untuk meningkatkan dan megembangkan kemampuan yang ia miliki ,
maka yang lebih baik adalah hendaknya ia tidak meninggalkan satupun
dari pelajaran- pelajaran ilmu agama (syara’ ) karena yang
bisa menolong hanyalah taqdir dari Allah SWT, semoga diberi umur panjang
oleh Allah untukmemperdalam ilmu agama (syara’).
Empat, Sebelum menghafalkan
sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada orang
seorang kyai (guru) atau orang yang mempunyai kapabilitas dalam ilmu
tersebut, setelah selesai diteliti oleh gurunya barulah ia
menghafalkannya dengan baik dan bagus.
Setelah menghafalkan materi pelajaran, hendaklah di ulang-ulangi sesering mungkin dan menjadikan kegitan taqrar sebagai wadhifah, kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Janganlah menghafalkan ssuatu sebelum diteliti, ditashih
oleh seorang kyai atau orang yang mempunyai kemampuan dalam bidang
itu, karena akan mengakibatkan , menimbulkan ekses yang negatif.
Misalnya merubah makna atau arti dari kalimat tersebut. Dan telah
dijelaskan pada bab-bab terdahulu bahwa ilmu pengetahuan itu tidak di
ambul dari sebuah kitab atau buku, tetapi diambil dan diperoleh dari
seorang guru karena hal itu merupakan kerusakan yang sangat berbahaya.
Ketika sedang mengkaji sebuah ilmu pengetahuan, hendaknya
pelajar mempersiapkan tempat tinta, puklpen dan pisau untuk memperbaiki
dan membenerkan hal-hal yang perlu diperbaiki baik dalam segi bahasa
atau i’rab.
Lima, Hendaknya pelajar (murid)
berangkat lebih awal. Lebih pagi dalam rangka untuk mencari ilmu ,
apalagi berupa ilmu hadits, dan tidak menyia-nyiakan seluruh kesempatan
yang ia miliki untuk menggali ilmu pengetahuan dan meneliti sanad-sanad
hadits, hukum-hukumnya, manfaat, bahasa, cerita-cerita yang terkandung
didalamnya, dan bersungguh-sungguh sejak awal dengan kitab “Shahih Bukhari “dan “Shahih Muslim” kemudian kitab-kitab pokok yang lainya yang biasa dipakai pedoman, rujukan pada masa sekarang, seperti Muattha’nya imam Maliki dan Sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, kitab Jami’nya Imam Turmudzi. Dan tidak seharusnya bagi pelajar untuk meminimalisasikan batsan-batasan yang telah dikemukakan diatas.
Sebaik-baiknya kitab yang bisa,mampu menolong kepada orang yang alim, orang yang ahli dalam ilmu fiqh adalah kitab “Sunan Al Kubra” Karya
Abu Bakar Al Baihaqy, karena sesungguhnya hadits merupakan salah satu
dari dua sisi imu syari’at dan sekaligus mampu menjelaskan terhadap
begitu banyaknya persoalan yang ada pada sisi yang lain (Al Qur’an)
artinya adalah al Qur’an merupakan kitab suci yang kandunagn isinya
bersifat universal, oleh karenanya dibutuhkan alat untuk menerjemahkan
isi al qur’an tersebut yaitu al Hadits.
Imam Al Syafi’i berkata : “Barang siapa yang mampu mempelajari kitab hadits , maka ia akan memiliki hujjah yang sangat kuat”.
Enam, Ketika pelajar telah mampu
menjelaskan, mengejawantahkan terhadap apa yang ia hafalkan walaupun
masih dalam tahap ikhtishar dan bisa menguraikan kemusykilan yang ada
dan faidah-faidah yang sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah
untuk membahas kitab-kitab besar serta tiada henti, terus menerus
menelaah tanpa mengenal rasa lelah.
Hendaknya pelajar memiliki cita-cita tinggi, sangat luhur,
ibaratnya kaki boleh dibumi tapi cita-cita menggelantung diangkasa,
sehingga tidak boleh merasa cukup hanya memiliki ilmu yang sedikit,
padahal ia masih mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari ilmu
sebanyak-banyakanya, santri tidak boleh bersifat qana’ah
(menerima apa adanya) seperti yang diwariskan oleh para nabi, yaitu
menerima sesutu walaupun naya sedikit. Santri tidak boleh menunda-nunda
dalam mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan dan manfaat yang sangat
mungkin ia peroleh, karena menunda sesuatu itu mengandung beberapa
bahaya, disampimng itu apabila pelajar bisa mendapatkan ilmu secara
cepat dan tepat waktu maka pada waktu yang lain ia bia mendapatkan
sesuatu yang lain.
Santri harus selalu menggunakan kesempatan dengan
sebaik-baiknya terhadap waktu luangnya, kecekatannya, ketelitiannya, dan
waktu sehatnya dan dimasa mudanya sebelum datngnya perkara yang bisa
mencegah untuk mencari, menimba ilmu pengetahuan.
Santri harus menjaga dalam melihat terhadap dirinya sendiri
dengan pendangan yang penuh kesempurnaan, tidak membutuhkan terhadap
petunjuk-petunjuk seorang guru dalam mempelajari ilmu, karena hal itu
merupakan hakekat dari kebodohan dan kesombongan.
Tokoh para tabi’in, Sa’id bin Jubair r.a. berkata; “Seorang
laki-laki selalu mendapat sebutan, predikat aorang yang alim bila ia
selalu belajar, menambah ilmu pengetahuan, namun apabila ia telah
meninggalkan belajar dan menyangka bahawa dirinya adalah orang yang
tidak membutuhkan terhadap ilmu (merasa pinter) maka, sebenarnya ia
adalah orang yang paling bodoh .
Tujuh, Pelajar harus selalu mengikuti
halaqah, diskusi dan musyawarah degan gurunya dalam setiap pelajaran,
kalau memungkinkan ia membacakannya. Karena hal itu apabila dilkaukan
oleh santri maka ia akan selalu mendapat kebaikan, menghasilkan setiap
sesuatu yang ia harapkan, cita-citakan, memperoleh sopan santun yang
baik serta memdapatkan keutamaan dan kemulyaan.
Santri harus selalu bersungguh–sungguh dlam nberkhidmat
kepada gurunya karena akan menghasilkan kemulyaan, penghormatan. Dan
apabila memungkinkan santri tidak boleh mengadakan diskusi, halaqah
dengan gurunya hanya untukmendengarkan pelajarannya saja, bahkan ia
harus bersungguh-sungguh dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh
gurunya, dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian , apabila hal itu
bisa ia lakukan dan hatinya tidak merasa keberatan, dan selalu
mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya sehingga setiap pelajaran
yang telah disampaikan oleh gurunya ia kuasai dengan baik.
Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan,
maka hendaknya ia memprioritaskan pelajaran yang lebih penting terlebih
dahulu kemudian baru pelajaran yang lain.
Seyogianya pelajar (murid) selalu mengingat-ingat setiap
peristiwa, kejadian yang terjadi dalam forum diskusi dengan gurunya,
beberapa manfaat, qaidah-qaidah, definisi, batasan dan lain sebagainya .
Disamping itu pelajar hendaknya mengulangi perkataan guru ketika sedang
terjadi proses diskusi, karena mengingat–ingat sesuatu hal itu
mempunyai manfaat yang sangat luar biasa.
Al Khtaib Al Baghdadi telah berkata : “Bahwa mudzakarah
, mengingat pelajaran yang paling baik adalah dilakukan pada waktu
malam hari. Sekelompok jama’ah rombongan dari ulama’ salaf mereka
memulai mudzakarah mulai setelah isya’, mereka tidak beranjak dari tempat mudzakarah tersebut selama belum berkumandang adzan subuh, apabila santri tidak menemukan teman yangbisa untuk diajak mudzakarah,
meingat–ingat pelajaran, maka hendaknya ia melakukannya pada diriny
sendiri, ia mengulangi makna atau arti dari setiap kata/ lafadz yang ia
dengar dalam hatinya supaya menancap dan membekas dalam lubuk hatinya.
Karena mengulangi makna, arti dalam hati itu sama dengan mengulangi kata
atau lafadz pada lisan. Namun sangat sedikit sekali orang-orang yang
tidak menggunakan akal nya untuk berfikir bisa memperoleh kebahagiaan, wabil khusus
dihadapan gurunya, terkadang menggunakan akal dan terkaang
meninggalkannya , lantas tidak membiasakan diri untuk menggunakan
kekuatan otak yang dimiliki.
Delapan, Apabila pelajar
menghadiri pertemuannya dewan guru , hndaklah ia mengucapkan salam
kepada orang telah hadir pada forum tersbut dengan suara yang bisa
mereka dengar dengan jelas, apalagi terhadap seorang kyai dengan
memberikan penghormatan yang lebih tinggi dan memulyakan. Begitu juga
apabila santri keluar dari forum tersebut.
Apabila pelajar mengucapkan salam pada sebuah forum, maka
ia tidak diperkenankan melewati orang–orang yang ada di tempat tersebut
untuk mendekat pada sang kyai, ia duduk ditempat yang bisa di datangi
oleh orang lain, kecuali apabil sang kyai, para jama’ah yang lain
memintannya untuk maju kedepan, maka tidak ada masalah apabila santri
itu maju dengan melewti orang terlebih dahulu hadir pada majlis
tersebut.
Pelajar tidak boleh memindah tempat duduknya orang lain
atau berdesak-desakan dengan sengaja, apabila ada orang lain yang
mempersilahkan santri itu untuk menempati tempat duduknya, maka
janganlah ia menerimanya kecuali ada kemaslahatan, kebaikan yang
diketahui oleh orang lain, atau orang banyak yang memproleh dan
mendapatkan manfaat, seperti ia bisa menjelaskan persoalan bersama-sama
dengan gurunya ketiak berdekatam, disamping itu ia (santri) termasuk
orang yang mempunyai banyak umur, kebagusan dan kewibawaan.
Pelajar tidak boleh mengambil tempat duduk ditang-tengah
pertemuan, disepan seseorang kecuali dalam keadaan dlarurat, duduk
diantara dua orang yang bersahabat kecuali mereka merelakannya, duduk di
atas orang yang lebih mulia di bandingkan dengan dia sendiri.
Hendaknya pelajar berkumpul dengan para sahabatnya ketika
membahas sebuah pelajaran, atau membahas beberap pelajaran dri satu arah
supaya ketika seorang guru mneyampaiakn penjelasan sebauh persoalan,
materi pelajaran bisa utuh dan tidak terganggu.
Sembilan, Pelajar hendaknya tidak segan-segan, tidak perlu malu menanyakan sebuah pesoalan yang menurutnya sangat musykil,
sulit dan memahami setiap sesuatu yang belum ia fahami dengan baik dan
benar dengan menggunakan bahasa yang lembut, halus, baik perkataanya,
dan menggunakan sopan santun . Suatu ketika pernah dikatakan bahwa :
“Barang siapa dari roman mukanya tampak rasa malu untuk menanyakan
sesuatu , maka akan tampak kekeurangannya ketika berkumpul dengan orang
lain”.
Mujahid r.a. berkata : “Orang yang mempounyai sifat malu dan orang yang sombong tidak akan bisa mempelajari ilmu pengetahuan”.
‘Aisyah r.a. telah berkata : “Semoga Allah mengasihi pada
perempuannya kaum anshar, karena sifat malu mereka mencegahnya dalam
memepelajari ilmu agama”.
Ummu Sulaim, istri Rasulullah berkata : “Sesungguhnya Allah
tida akan pernah malu terhadap sesuatu yang hak, benar, apakah terhadap
orang perempuan yang mempunyai suami yang memandikannya ketika istrinya
bermimpi mengeluarkan air sperma ?.
Pelajar tidak boleh mennyakan sesuatu yang bukan pada
tempatanya, kecuali karena ia membutuhkannya atau ia mengerti dengan
memberikan solusi kepada gurunya untuk bertanya. Apabila guru tidak
menjawab, maka hendaknya ia jangan memaksannya, namun apabila belaiu
menjawab dan kebetulan salah, maka santri tidak boloeh menolaknya
seketika.
Seharusnya yang dilakukan oleh pelajar adalah tidak
malu-malu untuk bertanya, begitu juga hendaknya ia tidak malu
mengucaokan kata-kata seperti ini : “Aku belum faham”, apabila ia
ditanya oleh gurunya , apakah engkau faham ? sedangkan ia sendiri belum
faham.
Sepuluh, Bila dalam belajar santri menggunakan sistem Sorogan,
suatu metode belajar dengan maju satu persatu dan langsung disimak dan
diperhatikan oleh ustadznya, maka ia harus harus menuggu gilirannya
dengan tertib, tidak mendahului peserta yang lain kecuaili apabila ia
mengizinkannya.
Dalam sebuah hadits telah diriwayatkan bahwasanya suatu
ketika ada seorang lelaki dari sahabat anshar menjumpai rasulullah,
sambil bertanya mengenai sesuatu, setelah itu datang lagi seorang
laki-laki dari Bani Tsaqib kepada beliau, juga bertujuan yang sama,
menanyakan sesuatu kepada beliau, kemudian nabi SAW menjawab : “Wahai
saudaraku dari Bani Tsaqif, duduklah! Aku akan memulai mengatakan
sesuatu yang dibutuhkan oleh sahabat Anshar tadi, sebelum kedatanganmu,
Al Khatib berkata “Bagi orang-ornag yang datangnya lebih dulu
disunnahkan untuk mendahulukan orang yang jauh dari pada dirinya
sendiri, karena untuk menghormatinya.
Begitu juga bagi orang yang datang belakangan apabila
mempunyai kebutuhan, keperluan yang sifatnya wajib dan orang yang lebih
awal mengerti akan keadaanya maka hendaknya ia didahulukan, diutamakan.
Atau ustadz memberikan sebuah isyarat untuk mengutamakannya karena
adanya kemaslahatan, kebaikan yang tersembunyi di dalamnya maka ia
disunnahkan untuk diutamakan.
Mendapat giliran lebih awal sebenarnya bisa diperoleh
dengan cara datang lebih awal pada majelis, forum yang dipakai oleh
ustadz untuk melakukan transformasi keilmuan. Dan hak yang diiliki oleh
seseorang tidak akan pernah gugur sebab perginya orang tersebut karena
sesuatu yang bersifat dlarurat, misalnya menunaikan hajat, memperbarui
wudlu’ dengan ketentuan apabila ia kembali pada tempat semula.
Apabila ada dua orang yang saling mendahului atau saling
rebutan tempat, maka hendaknya keduanya di undi, atau ustadz yang
menentukan mana yang lebih dulu berhak menempatinya, apabila salah
satunya melakukan perbuatan yang baik.
Sebelas, Menjaga kesopanan duduk
dihadapan ustadz ketika mengikuti kegiatan belajar dan juga harus
memperhatikan kebiasaan, tradisi yang selama ini dipakai, diterapkan
oleh ustadz dalam mengajar.
Santri hendaknya kitab ustadznya yang hendak dibacanya
bersama-sama dengan kitabnya sendiri dan membawanya dengan kedua
tangannya dan tidak boleh meletakkan kitabnya ustazd di atas tanah dalam
keadaan terbuka ketika hendak dibacanya. Bahkan sang santri harus
membawa dengan tangannya sendiri, ia tidak diperbolehkan membaca kitab
ustazd kcuali atas izin beliau, disamping itu sang santri tidak boleh
membaca kitab ketika hati sang ustadz sedang kalut, bosan, marah, susah
dan sebagainya.
Apabila ustazd memberikan izin, maka santri sebelum
membaca kitab hendaknya membaca, taawwudz, basmalah, hamdalah, sholawat
kepada nabi saw, keluarganya, para sahabatnya, kemudian mendoakan kepada
ustazdnya, orang tua para gurunya, dirinya sendiri, kaum muslimin
semuanya. Dan memintakan rahmat kepada allah untuk pengarang kitab
ketika membacanya.
Dan apabila pelajar mendoakan ustazdnya, maka hendaklah ia
mengucapkan kata-kata : mudah-mudahan Allah meridhoi kalian semua,
guru-guru kami, pemimpin kami dan sebaginya. Dan semua doa yang
dipanjatkan oleh santri semuanya dikhusukan untuk gurunya.
Apabila santri telah selesai belajar, hendaknya ia juga
mendoakan terhadap ustazdnya. Apabila santri tidak memulai dengan hal
hal yang telah disebutkan diatas, baik karena lupa atau karena
kebodohannya sendiri, maka hendaknya ustazd mengingatkan terhadap santri
tersebut, mengajarinya, dan mengingatkannya, karena hal itu termasuk
etika, akhlak yang paling penting.
Dua belas, Menekuni pelajaran
secara seksama dan perhatian dan tidak berpindah pada pelajaran yang
lain sebelaum pelajaran yang pertama bisa difahami dengan baik, tidak
boleh pindah baik dari negara ke negara yang lain, atau dari satu
madrsah kemadrasah yang lainkecuali darurat dan ada keperluan yang
sangat mendesak,. Karena hal itu akan menimbulkan berbagai macam
persoalan, membuat hati menjadi resah, gundah dan menyia-nyiakan waktu
dengan percuma tampa ada hasilnya.
Hendaknya santri selalu pasrah dan berserah diri kepada
Allah, ia tidak boleh menyibukkan dirinya dengan masalah rizqi,
permusuhan dan bertentangan dengan seseorang, menjauhkan diri dari
pergaulan orang-orang yang ahli dalam hal bicara, ahli kerusakan,
maksiat dan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap
(pengangguran). Karena berdampinganag, hidup bertangga dengan
orang-orang seperti itu pasti menimbulkan ekses, dampak yang negatif.
Hendaknya pelajar ketika sedang belajar hendaknya menghadap
kearah kiblat, banyak mengamalkan, melakukan tradisi-tradisi rasululah
SAW, mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjauhkan diri dari doanya orang
yang dianiaya (madzlum), dan memperbanyak shalat dengan segala kekhusukan.
Tiga belas, Bersemangat dalam
menggapai kesuksesan dengan diwujudkan pada akegiatan-kegiatan yang
positif dan bermanfaat serta berpaling dari keresahan yang mengganggu,
meringankan biaya. Selain itu santri juga harus membentuk hasil-hasil
pendidikanya sebagai suatu nasehat dan peringatan yang berharga pada
dirinya, sehingga ilmu itu bisa membawa berkah dan bersinar serta
mendapat pahala yang luar biasa.
Bagi orang-orang yang tidak mampu mewujudkan, implementasi,
maka berarti ia tidak memiliki ilmu yang mumpuni, kalaupun toh memilki
ilmu, maka ilmunya kurang bermanfaat.
Hal-hal seperti itu telah banyak diuji cobakan oleh
sekelompok ulama’ salaf. Ilmu yang dimiliki oleh santri hendaklah hal
itu tidak membuat dirinya menjadi sombong, terlalu membanggakan terhadap
kekuatan akal yang ia miliki. Bahkan semestinya ia wajib bersyukur
kepada Allah SWT, selalu mangharapkan tambahan ilmu dari-Nya dengan cara
mensyukuri secara terus menerus, santri hendaknya menebarkan, menyebar
luaskan salam , menampakkan sifat kasih akung dan menghormatinya, serta
menjaga diri dari hak-hak yang dimilki oleh teman, saudara, baik seagama
atau seaktifitas. Karena mereka adalah orang orang yang ahli ilmu,
membawa dan mencari ilmu, berusaha melupakan terhadap segala kejelekan
mereka, serta memaafkan segala kekeliruan dan menutupi kejelekan mereka
dan mensyukuri terhadap terhadap orang-orang yang berbuat bagus dan
mengampuni orang yang berbuat kejelekan.
BAB LIMA
AKHLAQ USTADZ
TERHADAP DIRI SENDIRI
Mengenai akhlaq ustazd kepada diri sendiri ada dua puluh akhlaq, yaitu , hendaknya seorang ustazd :
Satu, selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT,
baik ditempat yang sunyi atau ramai. Pengertian muraqabah ialah melihat
Allah dengan mata hati dan menghubungkannya dengan perbuatan yang
dilakukan selama ini, kemudian mengambil hikmahnya atau jalan yang
terbaik bagi dirinya dengan mempertimbangkan dan merasakan tentang
adanya pemantauan Tuhan kepadanya. Salah satu ciri muraqabah menurut
Zunnun Al Misry adalah mengagungkan apa yang diagungkan oleh tuhan dan
merendahkan apa yang direndahkan oleh Tuhan. Muraqabah merupakan salah
satu dari sekian banyak tingkatan dan langkah dalam kesufian, selain
khuf, raja’, tawadlu’, khusu’, zuhud’, dan sebagainya ( Lihat Risalah Al
Qusyairiya: 189-191 ).
Dua , Senantiasa berlaku khauf ( takut kepada Allah ) dalam
segala ucapan dan tindakanya, baik ditempat yang sunyi atau tempat
ramai, karena orang yang alaim (ustazd) adalah orang yang selalu dapat
menjaga amanat, dapat dipercaya terhadap sesuatu yang dititipkan
kepadanya, baik itu berupa ilmu, hikmah, dan perasaan takut kepada
Allah. Sedangkan kebalikan dari hal tersebut diatas dinamakan khianat.
Allah telah berfirman dalam Al Qur’an yang artinya :
Janganlah kalian semua mengkhianati terhaap Allah
dan rasul-Nya dan engkau semua telah mengkhianati terhadap amanat-amanat
kalian , sedangkan engkau mengetahuinya.
Maksud dari khauf disini adalah takut terhadap kemungkinan
azab dari Tuhan, didunia atau diakhirat. Dasar yang diapaki adalah
firman Allah dalam surat Al Imran ayat 175, tujuannya adalah agar
manusia bisa mempertimbangkan tingkah lakunya. Abd. Qasin mengatakan, “
siapa yang takut kepada sesuatu, maka ia akan berlari darinya, tetapi
takut kepada Allah justru semakin mendekati-Nya ( Risalah Al Qusyairi,
125-126 ).
Tiga, Senantiasa bersikap tenang
Empat, Senantiasa bersikap wira’i.
Wira’I menurut Ibrahim ibn Adham, adalah meninggalkan
setiap perkara subhat sekaligus meninggalkan setiap perkara yang tidak
bermanfaat yakni perkara yang sia-sia. Sedangkan menurut Yusuf ibn Abid,
wara’ adalah keluar dari setiap perkara subhat dan mengoreksi diri
dalam setiap keadaan. ( Risalah Qusairi, 109-111 )
Lima, Selalu bersikap tawadlu’.
Syaikh Junaidi menyatakan bahwa, tawadlu’ adalah
merendahkan diri terhadap makhluq dan melembutkan diri kepada mereka ,
atau patuh kepada kebenaran dan tidak berpaling dari hikmah , hukum, dan
kebijaksaan. ( Risalah Qusairi, 145-148 ).
Enam, Selalu bersikap khusu’ kepada Allah SWT.
Salah satu isi surat yang ditulis oleh imam Malik kepada
Harus Al Rasyid adalah :” Apabila engkau mengerti tentang ilmu , maka
hendaknya engkau bisa melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh ilmu
tersebut, wibawa, tenang dan dermawa. Karena Rasulullah telah bersabda
bahwa : para ulama’ itu pewaris para nabi “.
Sahabat Umar berkata :” Pelajarilah ilmu dan pelajarilah
bersama-sama sehin gga bis menimbulkan sifat wibawa dan sifat tenang “.
Sebagian ulama’ salaf mengakatakan bahwa :” kewajiban orang-orang yang
mempunyai ilmu adalah selalu merendahkan diri kepada Allah AWT, baik
ditempat sunyi atau ditempat ramai, menjaga terhadap dirinya sendiri,
menghentikan setiap sesuatu yang dirasa menyulitkan dirinya sendiri.
Maksud dari khusu’ di atas adalah stabilnya hati dalam
menghadap kebenaran, namun sebagian ulama yang menagatakan bahwa khusu’
adalah membelenggu mata dari melihat sesuatu yang tidak pantas.
Tujuh, Menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.
Delapan, Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk
mencapai keuntungan yang besifat duniawi, baik berupa jabatan, harta,
didengar oleh orang banyak, terkenal, lebih maju dibandingkan dengan
teman yang lainnya;
Sembilan, Tidak mengagungkan santri-santri karena berasal
dari anak penguasa dunia ( pejabat, konglomerat, dan lain-lain) seperti
mendatangi mereka untuk keperluan pendidikannya atau bekerja untuk
kepentingannya, kecuali jika ada kemaslahatan yang bisa diharapakan yang
melebihi kehinaan ini, terutama guru pergi kerumah atau letempat-tempat
orang yang belajar kepadanya ( santri ), meskipun murid itu mempunyai
kedudukan yang angat tinggi, pejabat tinggi dan sebagainya.
Bahkan yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah ia
harus mampu menjaga kewibawaan ilmu yang ia miliki, seperti yang telah
dilakukan oleh para ulama’ salafussalihin. Berita yang berhubungan
dengan mereka sangat baik , tidak pernah ada berita yang mendiskriditkan
mereka , karena mereka mampu menjaga ilmunya dari godaan dunia,
walaupun mereka tidak pernah mengambil jarak terhadap para penguasa masa
itu atau yang lainya.
Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas, suatu
ketika beliau mendatangi raja Harun Al Rasyid untuk berkunjung
kekediamannya , kemudian Harun Al Rasyid berkata kepadanya :” Hai Aba
Abdillah, seharusnya engkau mondar mandir ketempat tinggalku ini
sehingga anak-anaka kecilku bisa mendengarkan kitab Muattha’ darimu.
Iamam Malik berkata : mudah-mudahan Allah memberikan berkah kepadamu
wahai raja Harun Al Rasyid, sesungguhnya ilmu ini telah menyebar
ditengah masyarakat.
Apabila engkau memulyakan ilmu ini maka ia akan menjadi
mulia, namun sebaliknya apabila meremehkan ilmu ini , maka ia pun akan
dihina oleh orang. Ilmu pengetahuan harus didatangi oleh orang yang
mencarinya, bukan sebaliknya ilmu yang mendatangi pelajar ( santri ),
kemudian Harus Al Rasyid berkata, engkau benar. Keluar kalian semua
dimasjid-masjid sehingga kalian semuanya bisa mendengarnya bersama orang
lain.
Al Zuhry berkata :” sebuah kehinaan bagi ilmu apabila ia
dibawa olrh orang-orang yang alim kerumah-rumah muridnya, kecuali ada
hal-hal yang memaksanya, atau dalam keadaan dlarurat, serta adanya
kemaslahatan yang lebih banyak dari pada mafsadat ( kerusakan ) nya.
Maka untuk memberikan ilmu diirumah orng yang membutuhkannya tidak akan
menjadi masalah ( dosa ) selam alasan atau illat tersebut masih ada.
Argumentasi ini juga dipaakai oleh sebagian ulama’ salaf untuk
menyebarkan ilmu .
Secara umum dapat disimpulkan bahwa barang siapa yang
mengagungka ilmu , maka ia akan di agungkan oleh Allah SWT, dan barang
siapa yang meremehkan ilmu, maka ia akan dihina oleh Allah. Hal ini
sudah banyak dan terbukti di tengah-tengah masyarakat.
Wahb bin Munabbah telah berkata :” ulama’ sebelum kita ,
mereka semuannya merasa cukup dengan ilmu yang mereka miliki sehingga
mereka tidak membutuhkan harta dunia, karena mereka sangat mencintai
terhadap ilmu. Sedangkan orang-orang yang ahli ilmu, orang yang pandai,
cendikiawan, kaum cerdik pandai pada zaman sekarang, mereka mengabdikan
ilmunya kepada orang-orang yang bergelimangan dengan harta dunia, para
konglomerat, para pejabat, karena mereka sangat mencintai pada harta
dunia mereka, sehingga mereka menjadi orang –orang yang kaya raya namun
selalu zuhud terhadap ilmu yang ia miliki , hanya memiliki sedikit
ilmu ketika mereka melihat posisi dirinya yang tidak menguntungkan,
lantas menjual ilmu demi kemewahan harta dunia.
Dalam sebauh syair, Al Qadli Abu Al Hasan mengatakan :
……
……
Sepuluh, berakhlaq dengan zuhud terhadap harta dunia, dan
hanya mengambil sedikit dar idunia hanya sekedar memenuhi kebutuhan
hidupnya semata, tidak membahayakan terhadap dirinya sendiri,
keluarganya, dengan cara sderhana dan selalu qana’ah.
Penegrtian zuhud di sini adalah menolak kesenangan atau
kecintaan. Sedangkan menurut Abu Sulaiman Ad Daroni zuhud adalah
meninggalkan segaka sesutau memalingkan diri dari Tuhan. Atau ,
mengosongkan hati dari dorongan ingin tambah lebih dari kebutuhan dan
menghilangkan ketergantungan terhadap makhluq. Jelasnya zuhud adalah
menganggap remeh terhadap dunia dan segala perhiasan serta urusannya.
Dengan hati seperti ini orang yang zuhud tidak akan terpikat oleh
persoalan duniawi dan tidak merasa sedih atas kekurangannya , sehingga
ia menjadi lebih bisa berkonsentrasi dalam zikir kepada Allah SWT dan
kehidupan akhirat.
Paling sedikit derajatnya orang yang alim (ustazd ) adalah
meninggalkan semua hal-hal yang berhubungan dengan harta duniawi dan
menganggap sebagai barang kotor, karena ia lebih mengetahui terhadap
kerendahan harta dunia, harta dunia sering menimbulkan fitnah,
pertengkaran antar sesama, cepat musnah dan untuk memperoleh harta dunia
diperlukan kerja extra keras, dan susah payah, sebagai seorang guru
sudah semestinya tidak terlalu memperhatikannya , apalagi sampai
memperhatikan dan menyibukkan diri dengan urusan dunia.
Diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW, :” sungguh sangat
mulia sekali orang oramg yang bersikap qana’ah, menerima apa adanya
terhadap harta dunia,. Dan sungguh hina sekali orang yang selalu tama’,
mengharapkan terlalu berlebihan pada harta.
Diriwayatkandari syafi’I r.a. : seandainya orang yang
berwasiat hanya pada orang yang cerdas akalnya, maka niscaya wasiat
tersebut akan diarahkan, diberikan kepada orang orang yang ahli zuhud (
tapa ). Aku bersumpah pada pribadi aku sendiri : Siapakah yang lebih
berhak untuk diberi rahmat berupa kelebihan akal dan kesempurnaan akal
dari pada ulama’ .
Yahya bin Mu’az berkata:” seandainya harta dunia itu berupa
mas murni dan akhirat itu berupa pecahan genting ( kereweng ) yang
bersifat abadi ( kekal ), maka niscaya orang-orang yang mempunyai akal
akan lebih suka memilih pecahan genteng yang tahan lama dari pada emas
murni yang punah , hilang tak berbekas.
Terus bagaimana jadinya sekarang, dalam kenyataan , bahwa
; harta dunia itu ibarat pecahan genting yang cepat hancur , sedangkan
akhirat ibarat mas murni yang tidak pernah hancur, kekal selama-lamanya.
Sudah sepantasnya bagi orang-orang yang mengerti, bahwa
harta dunia itu akan di tinggalkan oleh pemiiknya dan di tinggalkan pada
ahli warisnya, disamping itu banyak musibah yang menghantam, dan
menimpa pada harta benda, bahwa sifat zuhudnya mestinya lebih tinggi,
kuat di abndingkan dengan kecintaannya pada harta dunia, meninggalkkan
harta mestinya lkebih diprioritaskan dari pada mencari harta .
Sebelas, Menjauhkan diri dari usaha—usaha yang rendah dan
hina menurut watak manusia, juga dari hal-hal yang dibenci oleh syari’at
atau adat istiadat ( kebiasaan ). Seperti
berbekam ( mengeluarkan darah dari anggota badan dengan menggunakan alat
melalui kepala atau tengkuk ), menyamak kulit, penukaran mata uang (
money Changger ), tuang membuat emas dan sebagainya.
Dua belas, Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang kotor (
maksiat ) , meskipun tempat tersebut jauh dari tempat keramaian, dan
tidak berbuat sesuatu yang dapat mengurangi sifat muru’ah ( menjaga diri
dari hal-hal yang tidak terpuji ) dan tidak diperbolehkan ukuran zahir,
walupun dalam segi bathinya di perbolehkan, karena hal itu akan
menimbulakn dampak, ekses yang kurang baik terhadap dirinya,
kewibaannya, dan menjadi bahan perbincangan yang jelek bagi orang lain
sehingga menimbulkan dosa bagi orang yang mengolok-oloknya.
Apabila hal itu terjadi hanya secara kebetulan belaka,
karena adanya hajat, keperluan atau yang lainya, maka hendaknya ia
memberitahu kepada orang yang melihatnya dan menjelaskannya tentang
hukum , alasannya serta maksud kedatangannya, sehingga orang lain tidak
mersa berdosa atau menghindarkan diri sehingga ia tidak bisa mengambil
manfaat dari sebuah ilmu, dan hendaknya hal itu bissa dipakai pelajaran
bagi orang-orang yang bodoh.
Berkenaan dengan hal ini, rosulullah berkata : surtu ketika
ada dua orang laki-laki yang berpapasan dengan nabi Saw, ketika beliau
bersama-sama dengan Shafiyyah binti Huyay, kemudia meeka berdua berjalan
denga pelan-pelan, kemudian ia berkata : perempuan itu adalah Shafiyah
binti Huyay. Kemudian nabi berkata : sesungguhnya syaitan itu masuk
kedalam diri manusia ( keturunan Adam ) melewati peredaran darah, aku
kuatir syaitan menjatuhkan sesuatu dalam diri mereka berdua sehingga
mereka menjadi rusak “.
Tiga belas, menjaga dirinya dengan Beramal dengan
memperhatikan syi’ar syiar islam dan zahir-zahir hukum, seperti
melakukan shalat berjamaah dimasjid, menyebarkan salam baik kepada orang
khusu atau umum, amar ma’ruf nahi munkar dan sebagianya sera sabar
dalam menerima cobaan.
Berkata yang hak, mengatakn kebenaran kepada para penguasa,
para pejabat, dan sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada allah SWT dan
tidak takut kepada cercaan dan caci makian orang lain, serta terus
menerus mengingat firman Allah yang berbunyi ; Dan bersabarlah engkau
atas sesuatu yang telah menimpamu, sesungguhnya pada perkara tersebut
terdapat perkara yang meguatkan.
Dan hal-hal yang telah terjadi pada rasul dan para nabi
yang lain misalnya merekaselalu bersabar atas cobaan yang menimpa
mereka, dan perkara yang mereka tanggung karena allah, seperti ingkarnya
pengikut pada nabi seperti kisahnya nabi Adam dan anak-anaknya, nabi
Tsis serta kaumnya, nabi Nuh dan Hud beserta kaumnya, nabi Ibrahim
ketika berhadapan dengan raja Namrud dan ayahnya, nabi Ya’qub bersama
anaknya, nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya, nabi Ayyub serta cobaan
yang beliau terima dari Allah SWT, nabi Musa bersama bani israil ketika
mereka telah selamat dari laut merah , nabi Isa ketika bersama para
kaumnya yang mendapat hidangan, santapan makanan langsung dari lagit.,
dan Nabi Muhammad SAW beserta kaumnya , para sahabatnya ketika membagi
harga ghanimah ( rampasan ) dalam perang hudaibiyah. Kemudian nabi
berkata ; mudah-mudahan Allah mengasihi saudara aku yakni nabi Musa a.s.
, ia telah di coba oleh Allah dengan lebih banyak cobaan dari yang aku
terima namun ia tetap sabar, kemudian hal-hal yang telah dialami oleh
sahabat Abu Bakar, ketika beliau di tinggal mati oleh nabi SAW dan para
sahabatnya, kemudian ketika menghadapi orang-orang yang murtad, kemudian
hal-hal yang dialami oleh para sahabat , seperti berbuat kasarpada
orang yang kasar karena perbedaan pandangan yang terjadi dianatara
mereka, kemudian para tabi’in dan pengikutnya tabi’in sampai sekarang
ini. Pada diri mereka mengandung suri tauladan, uswah yang baik yang
patut di contoh sebagai pelajar.
Empat belas, Bertindak dengan menampakkan sunnah-sunnah
yang terbaik dan segala hal yang mengandung kemaslahatan kaum muslimin
melalui jalan yang dibenarkan oleh syari’at agama islam, baik dalam
tradisi atau pada watak.
Seorang ustazd tidak boleh rela, hanya melakukan
perbuatan-perbuatan yang bersifat lahiriah dan bathiniah semata, bahkan
ia harus memaksa dirinya untuk melakukan hal yang terbaik dan sempurna,
karena ustazd merupakan panutan , mereka di pakai sebagai barometer,
sumber rujukan dalam setiap permasalahan yang berhubungan dengan hukum.
Ustazd adalah hujjatullah terhadap orang-orang yang tidak
mengerti ( bodoh ) , dan terkadang gerak gerik mereka selalu diawasi,
dipantau tampa sepengetahuan mereka., sehingga nasehat-nasehat mereka
selalu diikuti, dianut oleh orang yang tidak menegerti.
Apabila ustazd tidak bisa mengambil sebuah manfaat dari
ilmu yang ia miliki sendiri , apalagi orang lain , tentu lebih tidak
bisa memanfaatkan ilmu. Oleh karena itu kesalahan, kekeliruan walaupun
hanya kecil akan berubah menjadi sesuatu yang sangat luar biasa , karena
adanya unsur saling keterkaitan dari kerusakan itu karena ustazd
adalah barometer, tolak ukur yang sudah barang tentu ia akan menjadi
panutan bagi orang –orangt awam, kalau ia berbuat salah maka ia akan
diikuti orang banyak sehingga menjadi dhollu wa adlollu, sesat
menyesatkan lagi.
Lima belas, membiasakan diri untuk melakukan kesunahan yang
besifat syari’at, baik qauliyah atau fi’liyah. Seperti membaca al
Qur,an, zdikir kepada Allah SWT baik didalam hati atau lisan , membaca
do’a dan zikiran kepada Allah baik siag atau malam, menunaikan shalat
dan puasa, melaksanakan ibdah haji kalau memungkinkan dan sebagainya.
Membaca shalawat kepada nabi, mencintainya, mengagungknnya,
memulyakannya, dan memakai etika dan sopan santun yang baik ketika
mendengar nama beliau, dan tradisi-tradisi beliau disebutkan.
Enam belas, Bergaul dengan orang lain dengan akhlaq yang
baik seperti menampakkan wajah yang berseri-seri, ceria, menyebar
luaskan salam , memberikan makanan, menahan rasa amarah dalam jiwa,
menahan diri agar tidak menyakiti orang lain, menanggung dan bersabar
apabila disakiti oleh orang lain, mendahulukan oramg lain, tidak
meminta orang lain supaya mengutamakan dirinya, mengabdi kepada orang
lain, tidak mau dirinya dijadikan sebagai tuan, mensyukuri terhadap
kenikamatan yang telah diberikan oleh Allah kepada dirinya, membuat
dirinya sendiri menjadi tenang, berusaha untuk memenuhi seluruh
kebutuhan hidupnya, mempertaruhkan jabatan, pangkat untuk menolong
orang lain , belas kasihan kepada fakir miskin, selalu mengasihi kepada
para tetangga, sanak kerabat, selau mengasihi kepada para murid,
menolog dan berbuat baik kepada meeka. Apabila ustazd melihat sseorang
yang tidak bisa mengerjakan shalat, bersuci dengan sempurna atau
keawjiban-kewajiban yang lain, maka ia memberikan pengarahan, petunjuk
dengan lemah lembut, sebagaimana yang telahdilkaukan oleh nabi kepada
orang-orang a’raby ( orang dusun ) ketikaia kencing di dalam masjid, dan
bersama Mu’awiyah bin Hakam ketika dalam keadaan shalat sambil
berbicara.
Tujuh belas, membersihkan hati dan tindakanya dari
akhlaq-akhlaq yang jelek dan diteruskan untuk merealisasikanya dalam
perbuatan-perbuatan yang konkrit dan baik. Termasuk akhlaq yang tidak
baik, rendah adalah; hasud, khianat, marah bukan kaena Allah, menipu,
sombong, riya’, membanggakan diri, supaya didengar orang, pelit, angkuh,
tamak, menyombongkam diri sendiri, boros, bermewah-mewahan, berhias
diri dihadapan orang lain, senang di puji oleh orang lain terhadap
sesutau yang tidak pernah ia kerjakan, pura-pura tidak tahu terhadap
aibnya sendiri, selau memperhatikan aib orang lain, urakan, terlalu
panatik pada sesuatu selain Allah ( Ta’assub ), suka membicarakan orang
lain, mengadu domba, berbohobg, berkata jelek, dan menghina orang lain.
Ustazd harus menghindarkan diri dari sifat-sifat yang jelek
dan budi pekerti yang tidak baik, karena sifat yang telah disebutkan di
atas merupakan pintu dari setiap kejelekan, bahkan seluruh kejelekan
berawal dan masuk dari sifat tersbut.
Sebagian para ulama’ dan para ahli fiqh yang mempunyai hati
yang jelek sebagaian bsear di coba oleh Allah dengan sifat-sifat
tersebut diatas, kecuali orang yang di jaga angsung oleh Allah SWT,
terutama sifat hasud, membanggakan diri sendiri ( ujub ) , riya’ dan
sombong.
Beberapa obat dari berbagai macam penyakit ini telah
dijelaskandalam kitab yang memuat tentanh halusnya watak ( kutub al
raqa’iq ). Barang siapa yang hendak mensucikan dirinya dari penyakit
tersebut, maka hendaknya ia memiliki kitab tersebut.
Termasuk kitab yang paling penting dan paling halus yaitu kitab “ bidayah al hidayah “ karya dari imam Al Ghazali r.a.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit hasud adalah ; selalu berfikir bahwa hasud itu selalu bertentangan dengan allah
Termasuk cara untuk mengobati penyakit ujub adalah selalu
mengingat bahwa ilmu yang diperolehnya , pehaman yang dimilikinya , akal
yang cerdas dan baik, serta kafasihan lisan dalam mengucapkan kata-kata
dan lainnya , segala kenikmatan yang diperolehnya semuanya berasal
dari allah SWT, dan merupakan amanat yang harus dipergang dan dijaganya
supaya bisa menjaga dengan sebaik-baiknya.
Dan ssungguhnya zdat yang memberi amanat tersebut untuk
dititipkan kepada seseorang adalah Zdat yang Maha kuasa, yang mampu
mengambil dan menariknya dari pemiliknya dalam sekejap mata , tiada
lain adalah selain Allah Yang Maha Luhur. Apakah kalian semua sudah
merasa aman dari dari tipu daya Tuhan, maka tidak ada seorang pun yang
aman dari daya upaya Tuhan kecuali orang-orang yang merugi.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit riya’ adalah selalu
berfikir, berangan-angan bahwa semua makhluq yang ada di alam marca pada
ini, dilaut, di angkasa, dan di darat tidak ada yang bisa memberikan
manfaat pada sesuatu yang tidak diputuskan oleh Allah, serta tidak bisa
membahayakan terhadap sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah. Oleh
karena itu kenapa dia menghilangkan, melebur dan menghapuskan terhadap
amal ibadahnya sendiri, membahayakan terhadap dirinya sendiri, melakukan
aktifitas, kesibukan dan berusaha untuk memperhatikan orang yang tidak
menguasai, tidak bisa memberikan kemanfaatan dan bahaya secara hakiki,
padahal Allah telah menampakkan niat dan kejelekan hati pada diri
mereka, sebagaimana yang telah diungkapkan dalam sebuah hadits :
“Barang siapa yang mempunyai niatan supaya didengar
oleh orang lain, maka Allah akan memperdengarkannya, dan barang siapa
yang memamerkan dirinya , maka Allah juga akan menampakkan sifat pamer
orang tersebut”.
Termasuk cara untuk mengobati penyakit suka menghina orang
lain adalah selalu berangan-angan terhadap firman Allah yang berbunyi :
“ Dan janganlah suatu kaum menghina terhadap kaum yang lain, barang kali kaum yang kedua itu lebih baik dari kaum pertama “.
firman Allah ;
“ Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan engkau
dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan engkau
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya engkau saling kenal mengena.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara engkau disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa di antara engkau. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyayang. ( Q.S. Al Hujurat; 13 )
Dan firman allah ;
“ dan janganlah kalian memuji terhadap diri sendiri karena sesungguhnya Allah lebih mengetahui orang-orang yang lebih taqwa “.
Sebab terkadang orang yang dihina itu hatinya lebih bersih
disisi Allah dan lebih suci tindak tanduknya, amal perbuatannya dan
niatnya lebih ikhlas, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah sya’ir ;
Janganlah engkau menghina orang yang hina di dunia ini
Terkadang orang yang hina itu justru lebih mulia
Allah itu merahasiakan tiga perkara dalam tiga perkara juga, yaitu ;
Satu, kekasih Allah dalam hambanya,
Dua, ridha Allah dalam rasa taat dan taqwa,
Tiga, murka allah didalam maksiat kepada Allah.
Termasuk salah satu kategori akhlaq mardliyyah, akhlaq yang
di ridhai oleh Allah adalah memperbanyak taubat, ikhjlas, yakin, taqwa,
sabar, ridha, qana’ah ( menerima apa adanya ) , zuhud, tawakkal,
menyerahkan diri kepada Allah, hati yang baik, berprasangka baik,
memaafkan, budi pekerti yang baik, melihat hal-hal yang bagus,
mensyukuri terhadap nikmat Allah, kasih akung terhadap makhluq Allah,
memiliki sifat malu baik kepada Allah, manusia, takut dan mengharap
kepada Allah.
Mencintai Allah ( mahabbah ila Allah
) salah satu kunci untuk memiliki sifat-sifat yang baik , rasa cinta,
mahabbah kepada Allah akan bisa diaktualisasikan dengan cara mencintai
dan menjalankan tradisi-tradisi yang telah dijalankan oleh baginda
rosulillah SAW, karena allah sendiri telah berfirman dalam Al Qur’an;
“ Katakanlah hai Muhammad, apabila kalian semua
mencintai Allah, maka ikutlah kalian kepadaku maka Allah akan mencintai
kalian dan Allah akan mengampuni segala dosa-dosa kalian “.
Delapan belas, senantiasa bersemangat dalam mencapai
perkembanagn keilmuan dirinya dan berusaha dengan bersungguh sungguh
dalam setiap akitivitas ibadahnya, misalnya membaca, membacakan orang
lain, muthalaa’h, mengingat-ingat pelajaran, memberi makna kitab,
menghafalkan, dan berdiskusi dan tidak menyia-nyiakan umurnya dan
waktunya sehingga tidak ada waktu yang terbuang kecuali dalam kerangka
thalabul ilmi, kecuali hanya sekedar untuk keperluan ala kadarnya (
hajatul basyariyah ), seperti makan, minum, tidur, istirahat karena
bosan atau penat, melaksanakan kewajiban suami istri, menemui orang yang
bersilatur rahim, mencari maisyah, kebutuhan hidup yang diperlukan oleh
setiap manusia, sakit, dan sebagainya serta aktifitas-aktifitas
diperbolehkan .
Sebagian ulama’ salaf , mereka tidak pernah meninggalkan
untuk mempelejari, menelaah dan mengkaji kitab salaf hanya karena
menderia penyakit yang tidak terlalu berat ( ringan ), bahkan mereka
mengharapkan kesembuhan penyakitnya dengan belajar, dan selalu melakukan
aktifitas ilmu selama memungkinkan. Rasulullah sendiri telah bersabda :
“ Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dari niat, karena derajat sebuah ilmu merupakan warisan derajatnya para nabi “.
Keluruhan derajat sebuah ilmu tidak akan bisa diraih oleh pelajar kecuali dengan kesulitan dan masyaqqat.
Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan riwayat dari Yahya
Bin Katsir, ia berkata ; bahwa ilmu tidaka bisa dikuasai hanya dengan
santai dan ongkang-ongkang kaki.
Dalam hadits yang lain juga disebutkan bawa : surga itu selalu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu.
Dalam sebuah syi’ir dikatakan , bahwa :
Keluhuran ilmu tidak bisa engkau kehendaki dengan biaya yang murah
Namun hanya bisa memperoleh sengatan lebah
Imam Syafi’I r.a. berkata : bahwa kewajiban orang yang ahli
ilmu , orang yang pandai, menguasai banyak ilmu penngetahuan adalah
untuk menyampaikan ilmu yang ia miliki sekuat kemampuanya serta
menujmbuh kembangkan ilmunya, sabar terhadap segala cobaan, rintangan
dan sesuatu yang baru datang ketika dalam pencarian ilmu dan berproses
untuk mencari jati dirinya, selalu di lambarai dengan niat yang ikhlas
ketika ia menggapai sebuah ilmu , baik itu berupa nash ( al Quar’an dan
Al Hadits ) atau dalam istimbath hukum, megambil dalil sebuah hukum
berdasarkan syara’, selalu mencintai Allah SWT dalam rangka membantu
orang yang mempunyai ilmu. Nabi Muhammad telah bersabda : terimalah
segala sesuatu yang bisa memberikan nilai anfa’, manfaat kepada dirimu
dan minta pertolonganlah kepada Allah SWT.
Sembilan belas, mengambil pelajaran dan hikmah apapun dri
setiap orang tampa membeda-bedakan status , baik itu berupa jabatan,
nasab, umur dan persoalan yang lainya. Bahkan ia harsu selalu menerima
hikmah itu dimanapun ia berada, karena sesugguhnya hkimah itu adalah
iabarat harta benda orang mukmin yang hilang yang diambilnya dimanapun
ia menemukannya.
Sa’ad bin Jubair berkata, seorang lelaki selalu mendapat
sebutan orang yang alim selama ia berusaha untuk belajar, namun apabila
ia meninggalkan belajar dan menyangka bahwa ia adalah orang yang tidak
memerlukan, tidak membutuhkan terhadap ilmu , maka sebenarnya ia adalah
orang yang paling bodoh . Sebagian orang-orang arab membacakan sebuah
syi’ir yang berbunyi :
Orang buta bukanlah orang selalu lama ketika bertanya
orang buta yang sempurna adalah
orang yang terlalu lama diam karena kebodohanya sendiri
adalah sekolompok orang dari ulama’ salaf , mereka
mempelajari dan mengambil ilmu hikmah dan menggunakan kesempatan kepada
para santrinya untuk mencari ilmu ilmu yang tidak mereka miliki,
kemudian hal itu dibenarkan oleh golongan para sahabat dan para tabi’in.
Kemudian kabar tersebut telah sampa juga kepada baginda
Rosulullah SAW dengan melalui Ubayy Bin Ka’ab r.a., kemudian nabi
berkata : aku telah mendapat perintah dari Allah SWT untuk membacakan
kepadamu sebuah surat, yaitu surat lam yaqunillazina kafarauu .
Kemudian para ulama’ berkata bahwa; termasuk faidah dari ayat tersebut
adalah orang yang mulia tidak boleh mencegah untuk menjadi santri,
murid, dan mengambil ilmu dari orang yang lebih mulia.
Al Humady, berkata ; ia merupakan salah satu dari muridnya
imam Syafi’I,. Ia mengatakan bahwa; aku menemani iman Syafi’I mulai
dari kota Makkah sampai ke kota Mesir, aku selalu mengambil hikmah,
yaitu aku menanyakan kepada beliau beberapa masalah , kemudia beliau (
syafi’I ) juga menanyakan masalah hadits kepada aku.
Ahmad bin Hanbal telah berkata ; Imam Syafi’I berkata
kepada aku , kalian lebih alim, lebih mengetahui tentang ilmu hadits
dari pada aku, oleh karena itu apabila ada sebuah hadits yang shahih
tolong sampaikan pada aku , dan aku akan mengambilnya.
Dua puluh, membiasakan diri menyusun atau merangkum kitab,
jika memang mempunyai keahlian dalam bidang itu, karena apabila hal itu
dilakukan , maka akan membuat seorang guru selalu menelaah, mempelajari
hakikat keilmuan baik yang tersurat atau yang tersirat dan pada
akhirnya dapat memperdalam esensi keilmuan dan juga banyak manfaat
yang diperolehnya.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Al Khatib aAl
Bagfhdadi, bahwa membuat karya tulis, merangkum, meresume akan
menguatkan hafalan seseorang, mencerdaskan akal fikiran, mempertajam
daya nalar , mengembangkan argumentasi , mengahasilkan nama yang harum,
nama yang baik, besar pahalanya sampai hari kiamat.
Yang paling utama adalah hendaknya menprioritaskan sesuatu
yang manfaatnya lebih umum sehingga bisa untuk dinikmati oleh orang
lain, disamping itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas..
Dalam membuat kerya tulis , hendaknya jangan terlalu
memperpanjang pembahasan sehingga menimbulkan kebosanan terhadap orang
yang membaca, tidak terlalu pendek sehingga subsatansinya tidak bisa
dimengerti yang membaca, dan selalu menyerahkan , memberikan karya
tulisnya yang layak, pantas untuk diberikan kepada orang lain. Jangan
sampai memberikan karya tulis tersebut sebelum diteliti, di telaah, dan
di tashih dengan baik.
Pada masa-masa sekarang ini ,di antara ummat manusia,
pastilah ada orang yang tidak menghendaki, mengingkari terhadap karya
tulis , walaupun karangan itu dihasilkan oleh orang-orang keilmuanya
sudah tidak perlu diragukan lagi, dikenal dikalangan masyarakat banyak.
Dalam kasus seperti ini tidak ada alasan yang dapat dibenarkan ,kecuali
ia hanya membual pada masa seperti sekarangf ini. Namu apabila tidak
ada satu alasan pun yang bisa dipakai sebagai pembenar, maka bagi orang
yang menekuni karya tulis menulis , mempunyai profesi sebagai penulis ,
baik berupa tulisan sebuah sya’ir, cerita-cerita atau yang lainya,
hendaknya ia tidak di tentang, terlebih lagi apabila yang ditulis adalah
sebuah karya yang bisa di ambil manfaatnya, hikmahnya, seperti menulis
ilmu yang berhubungan ilmu syara’ , dan media atau alat yang dipakai
untuk mendalami syari’at agama .
Sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai keahlian dalam
sebuah ilmu pengetahuan, maka diharapkan untuk menigngkari dan
menentangnya, karena didalamnya pasti mengandung unsur pembodohan, dan
menipu orang yang membaca karya tulis tersebut, disamping itu ia
menyia-nyiakan waktunya terhadap sesuatu yang tidak bisa menberikan
kontribusi dan keyakinan yang baik pada dirinya , hal ini mestinya lebih
layak dilakukan terhadap dirinya.
BAB ENAM
AKHLAQ USTAZD KETIKA MENGAJAR
Ustazd dalam mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala
hadts dan kotoran , selain harus berpakaian rapi, memakai wangi-wangian
dan menggunakan pakaian yang pantas dan layak untuk dipakai ketika
abersama dengan teman-teman, dan ustazd yang lainnya. Semuanya itu di
lakukan dengan niatan untuk mengagungkan, mumuliakan dan menghormati
ilmu , selain itu ketika untuk emnghormati syari’at agama islam dan
sebagai upaya untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada sang
penguasa alam , Allah SWT, menyebarkan ilmu, dan menghidupkan syari’at.
Menyampaikan pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya yang
telah dipercayakan kepada seorang ulama’ dan memerintahkan untuk
menyebar luaskan agaman-Nya. Selalu menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan
dengan cara mengatakan yang benar dan selalu kembalai kepada kebenaran
yang haqiqi. Berkumpul untuk zdikir kepada Allah, menyampaikan salam
kepada sesama muslim dan berdo’a untuk para ulama’ pendahulu kita (
salafussalihin ).
Ketika ustazd keluar dari rumah untuk mengajar, seorang
ustazd hendaknya berdo’a dengan do’a yang telah di ajarkan oleh nabi
Muhammad SAW ;
“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan
disesatkan, dari kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat zalim dan
di zalimi, dari berbuat bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha Agung,
pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah
selain Engkau . Aku mohon penjagaan kepada Allah dan aku tawakkal
kepada-Mu. Tidak ada daya dan kekuatan ( untuk menolak kemaksiatan dan
berbuat ketaatan ) kecuali dengan pertolonganmu. Ya Allah, teguhkanlah
hatiku dan tampakkan kebenaran di lisanku “.
Dan jika telah sampai di sekolah ( kelas ) hendaknya
seorang ustazd memberi salam kepada para muridnya atau santri, para
hadirin dan duduk menghadap ke arah kiblat ( jika memungkinkan ) ,
menjaga sikap dengan baik, tenang, berwibawa, tawadlu’ dan khusu’ sambil
duduk bersila atau duduk di atas kursi dengan baik dan sopan.
Hendaknya seorang ustazd menjaga dirinya dari hal-hal yang
mengurangi kewibawaannya, seperti duduk berdesakan denan yang lain,
memeprmainkan kedua tangannya, memasukan deriji yang satu dengan deriji
yang lain, memperhatikan kesan kemari dengan mempermainkan kdua bola
matanya tanpa hajat.
Selain itu hendaknya seorang ustazd menjauhkan dirinya dari
bersenda gurau dan sering tertawa , karena hal itu mengurangi
kewibawaan dan menjatuhkan harga dan martabat seorang ustazd.
Ustazd hendaknya tidak mengajar di waktu perut dalam
keadaan lapar, haus dan dahaga. Juga tidak sat marah, cemas, ngantuk
ataupun di waktu panas dan dingin yang berlebihan.
Di samping itu ustazd hendaknya duduk dengan menampaakkan
dirinya supaya bis dilihat oleh para santrinya, muri, dan para hadirin
supaya mereka memuliakan seorang guru yang berilmu, tua, kebagusannya,
dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mengutamakannya untuk di jadikan
sebagi imam shalat. Di samping itu harus berbuat dan nerkata-kata dengan
bahasa yang lemah lembut terhadap orang laim dan menghotmati mereka
dengan ucapan yang baik, menampakkan wajah yang berseri-seri dan
penghormatan yang sangat luar biasa.
Ustazd hendaknya berdiri untuk menghormati para pemimpin
islam sebagai ungkapan rasa penghormatan, dan melihat kepada para
hadirin dengan tujuan untuk menghormati ala kadanya saja, terlebih lagi
terhadap orang yang mengajak bicara dan bertanya tentang sesuatu dan
orang yang menemuinya , mereka semua harus didengarkan dengan penuh
perhatian dan konsentrasi meskipun merka orang-orang yang masih kecil
dan orang hina dina , apabila hal seperti itu tidak di lakukan oleh
seorang ustazd maka ia telahmenampakkan prilaku dan perbuatan orang
orang yang sombong.
Ustazd sebelum memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan
mengucapkan atau membaca sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan (
mengharap barakah ) untuk kebaikan dirinya sendiri, para santri, orang
yang hadir, kaum muslimin, dan mereka yang membantu kesuksesan
pendidikan, seperti orang yang memberikan waqaf , kalau memang ada orang
yang memberikan waqaf dan sebagainya. Kemudian di susl dengan memabaca
ta’awwuzd, basmalah, hamdalah, shalawat pada nabi dan para pengikutnya,
sera meminta kerelaan terhadap pemimpin kaum muslimin.
Jika pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran
yang paling mulia terlebih dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni
mendahuliukan pelajaran tafsir, hadits, ushuluddin, ushul fiqh,
kitab-kitab mazhab, nahwu dan di akhiri dengan kitab-kitab raq’iq (
kitab yang memperhalus watak ) supaya santri bisa mengambil pelajaran
dari cara-cara pembersihan hati.
Hendaknya seorang Ustazd meneruskan poelajaran-pelajaran
yang belum diselesaikan dengan baik dan menghentikan pelejaran jika
sudah selesai materi pembahasan. Jangan sampai menyebutkan
pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak memberikan
jawaban yang jelas, baik dalam masalah agama atau pelajaran dan baru di
tuntaskan jawabanya pada materi-materi yang akan datang . Bahkan
seorang guru harus mampu menjelaskan permasalahan secara mendetaild an
menyeluruh atau menundanya sekalian , karena mengandung unsur mafsadat (
kerusakan ), apalagi forum tersebut di hadiri orang golongan umum baik,
kaum cerdika pandai, para ulama’ dan orang – orang awam.
Janganlah memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga
menimbulkan kebosanan dan kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu
menjaga kemaslahatan umum, baik ketika memberikan keterangan dan
penjalasan. Di samping itu janganlah membahas sebuah persoalan kecuali
pada forum-forum resmi, sebuah forum yang di pergunakan untuk pembahasan
sebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau menunda jadwal
pelaksanaan belajar kecuali adal kemaslahatan untuk umum.
Juga tidak mengeraskan atau memelankan suara lebih dari
sekedar kebutuhan, namun yang lebih utama adalah bagaimana suara itu
tidak terlalu melebihi batas sehingga terdengar dri luar dan juga tidak
terlalu pelan sehingga para santri, audien sulit untuk mendegarkannya.
Al Khatib Al Baghdadi telam meriwayatkan sebuah hadits dari
nabi SAW : sesungguhnya nabi mencintai suara yang pelan dan samar dan
beliau membenci suara yang keras, nyaring.
Namun di dalam formu tersebut apabila terdapat orang yang
kurang peka pendengarannya, maka tidak ada masalah, dan sah sah saja
untuk mengeraskan suaranya sehingga ia mampu mendengarkannya, di samping
itu tidak boleh berbicara dengqan terlalu cepat, bahkan harus
pelan-pelan sambil berfikir dan di fikirkan juga oleh para mustami’,
orang yang mendengarkannya.
Nabi Muhammad, ketika beliau berbicara dengan orang lain,
maka beliau selalu berbicara dengan pelan-pelan, sistematis, dan
terperinci sehingga bisa di fahami oleh orang lain. Beliau ketika
mengucapkan suatu kalimat selalu di ulangi samapi tiga kali maksudnya
adalah suapaya mudah di fahami. Dasn ketika beliau telah selesai dalam
menjelaskan sebuah persoalan, permasalahan, atau pokok masalah , beliau
berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengulangi permasalahan, persoalan yang telah beliau sampaikan.
Seorang Ustazd hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari
kegaduhan, keramaian atau pembahasan yang simpang siur yang tidak jelas
arahnya, karena hal itu bisa merubah terhadap lafazd.
Al Rabi’ telah berkata : adalah imam Syafi’I apabila
mengadakan debat, adu argumentasi, mujadalah dengan orang lain ,
kemudian orang itu berpindah pada masalah yang lain sbeblum tuntas, maka
iamam Syafi’I berkata: aku akan menyelesaikan masalah ini baru kemudian
berpindah pada masalah yang engkau kehendaki.
BAB TUJUH
AKHLAQ GURU TERHADAP SANTRI
Enam, meminta terhadap santri untuk senantiasa mengulangi
hafalannya dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti kaidah-kaidah
yang dianggap sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa hendaknya
sang guru senantiasa memberikan informasi yang terkait dengan
pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil yang telah dipelajari. Apabila
diantara mereka memberikan jawaban benar dan tidak takut atau grogi maka
berterima kasilah dan pujilah dihadapan kawan-kawannya agar mereka
tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.
Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk
gigi dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat dengan
memberikan iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait
dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya
dia bisa berterimakasih.
Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang terkait bahasannya agar siswa faham.
Tujuh, pabila seorang murid melakukan sesuatu yang belum
waktunya dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah lembut dan
ingatkan dengan hadits Nabi “sesungguhnya bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang tetap.”
Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang
membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan
mengurangi aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk
mempelajari sesuatu yang dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya.
Atau memberikan rekomendasi tulisan yang mengacaukan fikirannya. Jika
adaseseorang yang mengajak bermusyawarah kepadanya baik dari segi
kefahaman / hafalan dalam bacaan fax / buku-buku maka jangan berkomentar
sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri apabila dia
tidak mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana terkait
dengan bab yang dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab
dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya,
apabila belum jangan dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda
apa yang seharusnya dipindahkan atau menambah semangatnya sedangkan
menunjukkan kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu pula tidaklah
mungkin bagi santri terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran atau lebih
apabila belum menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting secara
berurutan. Apabila diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang
maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa
diharapkan kelayakannya.
Delapan, hendaklah sang guru tidak menampakkan menonjolnya
pelajar dihadapan kawan-kawan lainnya dengan menunjukkan kasih akungnya
perhatiannya padahal mereka sama sifat, umur / pengalaman ilmu agamanya
kerana itu semua menyakitkan hati, akan tetapi jika diantara mereka ada
yang semangat dan bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah
keseponanya dan terangkan kepada mereka bahwa dia memulyakannya karena
sebab itu maka tidak apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan dan menimbulkan
sifat seperti itu begitu pula tidak boleh mendahulukan salah seorang
murid dengan giliran yang lain dan mengahirkan yang lainnya kecuali bila
ada masalahnya bisa menambah maslahah giliran itu, apabila bisa
dimaklumi.
Sembilan, hendaklah lemah lembut kepada para santri dan
menyebutkan santri yang tidak hadir, dengan penuh perhatian, mengetahui
nama-nama mereka, nasab, asal dan mendoakan mereka agar mereka
senantiasa baik, mengawasi tingkah laku dan tatakramanya secara dhohir
ataupun yang batin, jika diantara mereka tampak sesuatu yang tidak layak
seperti melakukan sesuatu yang haram atau makruh, kerusakan, malas atau
kurang sopan baik kepada guru atau orang lain, ataupun banyak
membicarakan sesuatu yang tidak berfaidah, bergaul kepada seseorang yang
tidak patut digauli maka hendakmya sang guru mencegahnya dihadapan yang
menyebabkan itu dengan mengarahkannya dan tidak menyalahkannya. Apabila
itu semua tidak dapat menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara
rahasia (tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut. Namun apabila hal
itu belum bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa
kata-kata yang lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila
masih belum bisa, maka diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika
dia sampai takut sebagian kawan akrabnya yang akan memojokkannya.
Sepuluh,Seorang guru harus juga membiasakan mengucapkan
salam berbicara yang baik, kasih akung, tolong menolong, berbakti dan
bertakwa. Semua itu sebagaimana peran agama terhadap Allah, dan peran
dunia tehadap hubungan manusia untuk menempurnakan dua kehidupan itu.
Sebelas, Seorang guru berusaha untuk senantiasa memperbaiki
murid-murid, dengan perhatiannya, membantunya dengan sekuat tenaga
denangan orentasinya atau kemampuan hartanya tampa terpaksa. Karena
Allah SWT senantiasa akan menolong hamba selam hamba itu mau menolong
temannya. Dan barang siapa memenuhi kebutuhan kawannya, maka Allah SWT
pun akan memenuhi semua kebutuhannya. Barang siapa membantu orang yang
miskin, maka Allah akan memudahkan hisab / hitungannya dihari kiyamat,
apalagi menolong orang yang menunutut ilmu.
Dua belas, apabila pelajar tidak masuk lebih dari biasanya
maka hendaknya ditanyai keadannya kepada kawan yang biasa bersamanya
apabila tidak tahu maka mengutus kawannya atau datangilah sendiri,
karena itulah yang lebih utama.
Apabila ternyata dia sakit maka hendaknya dia dijenguk,
apabila dalam keadaan susah maka membantunya, apabila akan berpergian,
maka perhatikanlah siapa yang menemaninya dan bertanya pada kawan itu
dan menanyakan keperluannya dan mengizinkannya dengan iringan do’a.
ketahuilah bahwa santri yang sholeh akan lebih disukai oleh ilmunya,
oleh gurunya dunia akhirat. Dari pada orang kaya dan
kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu ulama’-ulama’ salaf
senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia baik
ketika hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya
bermanfaat, dan zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka
itu sudah cukup disis Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu
orang keorang lain kecuali akan mendapatkan sebagaimana yang telah
diterangkan oleh hadits shohih. Dari Nabi SAW : apabila anak adam
meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara yaitu shodaqoh
jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendo’akannya.
Ketiga pin diatas ada pada orang yang mengajarkan ilmu (guru).
Adapun shodaqoh, maka mempelajari ilmu adalah termasuk
shodaqoh, tidaklah kau lihat sabda Nabi SAW tatkala dalam musholla
sendirian “barang siapa bershodaqoh dengan ini (sholat) maka
dia akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan orang yang mengamalkan ilmu
akan mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah lebih utama dari pada
solat jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan akhirat”.
Adapun ilmu yang bermanfaat maka jelas karena guru, menebabkan semuanya
itu kepada orang yang mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Adapun do’a
anak yang sholeh (do’a yang baik) terbiasa diucapkan oleh orang yang
ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan kepada gurunya.
Tiga belas, rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak
didiknya selam dia yang menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan
lambungnya dan lemah lembut. Allah berfirman kepada nabinya rendahkanlah
lambungmu kepada orang miskinyang mengikutimu, Nabi juga bersabda
sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku untuk senantiasa tawadhu’ tiada
ketawaduan kecuali Allah yang mengangkatnya.
Empat belas, bertutur kata kepada sitiap muridnya apalagi
kepada murid senior dan memanggil dengan nama yang baik dan mengucapkan
salam dan saran apabila bertemu dengannya dan memuliyakannya ketika
mereka bertamu dan bertanya dengan lemah lembut tentang keadaannya dan
orang-orang tentang dekat dengannya setelah menjawab salam, menemuinya
dengan muka berseri-seri bahagia ramah dan penuh kasih akung dan
melebihkan hal itu terhadap murid yang diharapkan kebahagiaannya. Itu
semua dipahami dari wasiat Rosulullah SAW bersabda bahwa manusia
mengikuti engkau sekalian dan banyak orang mendatangiku dari semua
penjuru untuk mempelajari agama kita mereka mendatangiku maka titiplah
pesan kepada mereka untuk senantiasa berbuat baik.
BAB VI
TATAKRAMA SEORANG GURU DIDALAM PELAJARANNYA
Seorang guru ketika menghadiri ruangan mengajar
(kelas) hendaknya membersihkan dirinya dari hadast dan kotoran, memakai
harum-haruman dan memakai baju (pakaian) yang selayaknya sesuai dengan
mode ketika itu dengan tujuan mengagungkan nilai ilmu dan menghormati
syaria’at. Juga harus berniat mendekatkan diri kepada Allah dan
menyebarkan ilmu serta menegakkan agama Allah menyampaikan huku-hukum
Allah yang diamanatkannya dan diperintahkan menjelaskannya. Sebaiknya
juga bermaksud menunjukkan kebenaran dan mengembalikan kepada kebajikan.
Berniat berkumpul bersama untuk berdzikir kepada Allah, selain kepada
kawan-kawan muslimin dan mendo’akan Ulama’ Salaf.
Apabila dia keluar dari rumahnya sebaiknya berdo’a sebagaimana do’a Nabi Muhammad SAW
“ Ya Allah…. aku berlindung kepada-Mu dari
tersesat atau disesatkan, tergelincir atau tergelincirkan, mendholimi
atau didholimi, bodoh atau dibodohi maha mulya kekuasaan-MU dan agung
pujian-Mu tiada Tuhan selain Engkau.
Kemudian berdo’a :
Dengan menyebut nama Allah, aku beriman kepada
Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, tawakal kepada-Nya tiada kekuatan
daya upaya kecuali dari Allah. Ya Allah tetapkanlah hatiku, tunjukkanlah
kebenaran pada lisanku, dan ku selalu mengingat-Mu.
Sehingga sampai pada kelas.
Apabila telah sampai dihadapan para hadirin
maka hendaknya mengucapkan salam lalu duduk menghadap kiblat jika
memungkinkan dengan tenang dan tawadhu’ serta khusu’ baik dengan bersila
atau yang lainnya yang penting sopan. Dan hendaknya menjaga badannya
dari desakan atau main-main atau memandang kesana kemari tampa tujuan.
Hendaknya juga menjahui gurauan atau banyak tertawa, karena hal itu
mengurangi wibawa atau kehormatan. Tidak boleh mengajar ketka sangat
lapar, haus, susah, marah, ngantuk atau sangat dingin atau sangat panas.
Hendaknya duduk ditempat yang bisa dilihat oleh
seluruh hadirin dengan tetap menghormati hadirin yang lebih senor baik
dari segi keilmuan, umur, ataupun kedudukan. Dan mengutamakan sesuai
dengan ukuran sebagai imam sholat. Dan lemah lembut kepada yang lainnya
dan menghormatinya dengan tutur kata yang yang lembut,wajah berseri-seri
dan menghormati.
Hendaknya juga ketika akan berdiri dihadapan
pembesar kaum muslimin denga memulyakannya dan memeandang para hadirin
sesuai kebutuhan.menatap wajahnya pada orang yang diajak bicara walaupun
dia lebih rendah karena jika tidak demikian maka termasuk orang-orang
yang sombong
Memulai belajar dengan membaca sesuatu dari
Al-qur’an untuk mencari barokah dan berdoa setelah itu untuk
dirinya,para hadirin juga seluruh muslimin dan orang yang mewaqafkan
jika itu memang madrasahtanah waqof sebagai balasan kebaikan
perbuatannya dan tercapai cita-ciyanya.kemudia berlindung kepada Alah
dari syaitan yang terkutuk, menyebut nama Allah dan memujinya, sholawat
kepada nabi, keluarga, serta sahabatnya serta meminta ridho kepada
muslimin terdahulu.
Apabila pelajaran itu banyak maka dahulukan
yang paling utama dan yang paling penting. Berawal dari tafsirul Qur’an
kemudian Hadits, Usuluddin, Usul Fiqih, kitab-kitab mazhab, dan nahwu
dan diakhiri dengan kitab-kitab kecil agar bisa dimanfaatkan oleh para
hadirin untuk membersihkan hatinya, meneruskan pelajarannya dengan
sesuatu yang terkait, berhenti pada tempat yang seharusnya berhenti,
jangan menyebutkan pelajaran yang masih diragukan dan menunda jawaban
dipertemuan yang lain atau mungkin menyebutkan, meninggalkan semuanya
karena itu merupakan matsadah (kerusakan) apalagi pelajaran itu
dihadapan orang-orang tertentu atau orang-orang awam dengan
memperpanjang pelajaran sehingga membosankan / meringkasnya sehingga
merasa kurang, jangan membahas satu bab yang tidak pada tempatnya. Maka
jangan mendahulukan dan mengakhirkan kecuali dipandang ada baiknya.
Jangan mengeraskan suaranya berlebihan tampa
ada perlu atau melirihkannya sehingga tidak terdengar akan tetapi
sebaiknya suara itu tidak melebihi satu majlis dan tidak kurang dari
jangkauan hadirin. Sesuai dengan hadits yang dirwayatkan oleh Khatib
al-badadi. Nabi bersabda :
Sesungguhnya Allah menyukai suara yang lembut dan tidak menyukai suara yang kasar
Apabila ada diantara mereka yang kurang begitu
mendengar maka tidak apa-apa mengeraskan sehingga dia mendengarkannya
dan tidak membentak-bentaknya tetapi mengajar dengan pelan-pelan agar
dia berfikir dan mendengarkannya sebagaimana Nabi SAW merinci
kata-katanya agar dapat difahami bagi yang mendengarkannya beliau juga
berbicara satu kalimat bisa diulangi tiga kali untuk memahamkannya
apabila telah selesai pada satu permasalahan maka hendaknya diam sejenak
sehingga dia memulai berbicara lagi.
Menjaga majlis itu dari kesalahan, karena
kesalahan bisa merubah kita dan jyga harus menjaga suara yang keras atau
juga tidak membahas sesuatu yang bukan bahasannya. Imam Robi’ berkata :
Bahwa Imam Syafi’I jika didepat oleh seseorang tentang satu masalah
maka beliau berpaling darinya, seraya berkata : aku sudah pernah
membahasnya, kemudian sekarang terserah engkau, dan lemah lembut ketika
perbedaan muncul serta harus bisa mengendalikan emosi.
Hendaknya mengatakan kepada para hadirin bahwa
sanya berdebat itu tidak baik apalagi sudah jelas-jelas kebenarannya,
karena maksudnya berkumpul adalah mencari kebenaran, membesihkan hati
dan mencari faedah oleh sebab itu tidak layak lagi santri berdebat
karena akan menyebabkan permusuhan dan marah. Akan tetapi seharusnya
pertemuan itu adalah ikhlas karena Allah SWT agar mendapatkan
kesempurnaan faedah didunia dan kebahagiaan diakhirat sebagaimana
disebutkan dalam Firman Allah:
Agar tampak suatu kebenaran dan hilanglah suatu kebatilan walaupun dibenci oleh orang-orang berdosa.
Karena itu dapat difahami bahwa maksud melenyapkan
kebenaran dan menunjukkan kebatilan adalah sifat bagi orang-orang yang
suka melakukan dosa maka takutlah.
Menekankan untuk mencegah santri yang membahas
melampui batas/berlebihan dalam bertatakrama ketika membahas satu
pelajaran, atau tidak mau menyadari setelah tampak satu kebenaran, atau
menjerit-jerit tampa faedah atau kurang sopan kepada kehadiran yang
lainnya atau kepada kawannya yang tidak hadir atau merasa sombong
dihadapan seniornya. Begitu pula harus diperhatikan santri yang tidur
atau yang berbicara dengan yang lainnya / tertawa-tawa dengan salah satu
hadirin atau pun mencari kawan lainnya hal itu telah disebutkan pada
bab “tatakrama santri”
Apabila ditanya terhadap sesuatu yang belum
diketahui maka hendaknya, jawab : “aku tak tahu, aku tidak mengerti
karena jawaban itu juga termasuk sebagian dari ilmu. Dari Ibnu Abbas
apabila seorang guru salah dalam mengajar.
Muhammad Bin Hakim berkata : aku bertanya pada
Imam Syafi’I tentang nikah mut’ah, apakah didalamnya juga terdapat
thalaq atau warisan atau ada kewajiban nafkah atau ada persaksian ? maka
beliau menjawab : “demi Allah aku tidak tahu”
Ketahuilah bahwa sanya perkataan orang yang
ditanyai tentang sesuatu dan jawabannya “aku tidak tahu” tidaklah
mengurangi derajad orang tersebut, sebagaimana prasangka orang-orang
bodoh, tapi bahkan itu mengangkat derajadnya. Karena sesungguhnya hal
tersebut adalah suatu pertanda keagungan (kebesaran) pengetahuan dan
kuatnya agama dan ketakwaan kepada Tuhannya, bersihnya hati dan baiknya
alasan (argumentasi) nya.
Dan argumen (pendapat) tersebut sudah
diriwayatkan dari golongan Ulama’-Ulama’ Salaf tedahulu. Dan
sesungguhnya orang menganggap semua itu mudah (meremehkannya) maka dia
adalah orang yang lemah agamanya dan sedikit sekali pengetahuannya.
Karena sesungguhnya dia takut jatuhnya martabat/derajadnya dihadapan
orang-orang yang hadir (audiens). Dan kebodohan ini adalah tipisnya
(minimnya) agama orang tersebut. Dan ketika kesalahannya sudah tersebar
(terkenal) antara orang-orang maka sesuatu perkara yang akan membuatnya
lari berpaling pasti menimpanya. Dan dia akan menyikapi terhadap
orang-orang dengan cara menjahui hal tersebut (kesalahannya).
Allah mengajarkan ahlak kepada para ulama’
dengan saripati kisah perjalanan Nabi Musa dengan Nabi Khidir, ketika
itu Nabi Musa tidak menolak untuk menimba ilmu lagi dikala ditanya
“apakah ada orang yang lebih pandai dari pada engkau dibumi ini?”.
Hendaknya kasih akung ditunjukkan pula kepada
orang baru yang hadir dimajlis itu, mempersilahkan dengan lapang dada,
karena orang yang baru datang itu biasanya asing dan bingung, jangan
memandanginya terus karena itu membuat dia terasa tercela. Apabila salah
seorang senior bergegas dalam memecahkan masalah maka hendaknya menahan
dahulu sehingga duduk matang.
Dan apabila dia datang dengan membawa suatu
masalah maka jelaskan maksudnya, apabila salah satu senior menghadap
sedangkan waktu telah habis dan jama’ah bergegas meninggalkan ruangan
maka tunggulah hingga orang tersebut duduk dimajlis agar tidak merasa
malu dengan bubarnya jama’ah tersebut. Hendaknya menjaga perasaan
jama’ah tentang waktu yang telah ditentukan baik datang maupun pulang
kecuali ada uzur atau kesulitan. Ketika pelajara mulai usai maka
katakanlah “Wallahua’lam” (Allah lebih mengetahui) setelah sebelum itu
mengucapkan kata-kata yang menunjukkan pada akhir pelajaran seperti
kata-kata “kini kita tutup dulu adapun selanjutnya pertemuan yang akan
datang Insya’ Allah” atau senada dengan itu. Agar kata-kata Wallahua’lam
ikhlas sebagai dzikir kepada Allah dan diketahui maksudnya. Hendaknya
pula ketika memulai pelajaran dibuka dengan Basmalah. Agar terasa bahwa
mengingat Allah pada awal dan akhir pelajaran. Hendaknya pula diam
sejenak tatkala para hadirin yang berdiri karena disitu ada beberapa
faidah yang tercermin dalam sebuah tatakrama diantaranya yaitu
menghindari desak-desakkan, mengantisipasi bila ada seseorang yang
bertanya. Menghindari desakan kendaraan jika memang membawa kendaraan.
Ketika akan berdiri hendaknya berdo’a sebagaimana yang terdapat dalam
sebuah hadits untuk melebur dosa.
Maha suci Engkau ya…. Allah dengan memuji-Mu
aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau dan aku mohon ampunan serta
bertaubat kepada-Mu.
Jika memang tidak menguasai materi maka jangan
memegang fak itu atau mengajarkan sesuatu yang dia tidak tahu karena itu
semua termasuk mempermainkan agama dan merendahkan diri dihadapan
manusia Nabi bersabda :
Barang siapa yang menganjurkan sesuatu yang dia belum tahu bagaikan orang yang memakai baju yang sangat hina.
Sebagian Ulama’ berkata :
Barang siapa menampakkan sesuatu yang belum waktunya sama juga dia menampakkan nafsunya.
Dari Abdurrohman RA berkata :
Barang siapa yang mencari kedudukan yang belum
waktunya, maka dia akan selalu terhina karena walaupun sedikit dari situ
akan nampak beberapa mafsadah (kerusakan) karena para hadirin akan
selalu meneliti kebenaran dan menolongnya dan mencegah orang yang salah.
Dikatakan Dari Hanifah RA ketika suatu saat
disalah satu forum yang ada dimasjid, mereka saling berdebat tentang
bahasan Fiqih maka Abu Hanifah berkata :
Apakah mereka mempunyai kepala, mereka menjawab
tidak, maka beliau berkata lagi, mereka tidak akan mengerti selamanya
bahwa diantara mereka ada yang benar dan ada yang salah.
BAB VII
MENERANGKAN TENTANG TATAKRAMA SEORANG GURU BERSAMA MURIDNYA
Dalam baba ini dijelaskan ada 14 macam budi pekerti seorang guru terhadap murid-muridnya.
PERTAMA
Hendaknya dalam mengajar dan mendidik mereka berharap ridho
Allah dan bermaksud untuk menyebarkan ilmu dan mengeksiskan syari’at
dan mempertahankan kebenaran dan keadilan dan melestarikan kebaikan umat
dengan memperbanyak para ilmuan, dan mengharapkan pahala dari orang
yang menyelesaikan belajarnya dan mengharapkan barokahnya do’a mereka
kepadanya dan kasih akung mereka dan memudahkan masuknya ilmu, antara
Rosul SAW dan antara ulama’ dan menganggap bahwa seorang guru adalah
termasuk orang yang menyampaikan wahyu dan hukum-hukum Allah kepada
mahluknya sesungguhnya mengajarkan ilmu termasuk perkara yang penting
didalam agama dan derajad yang tinggi bagi orang-orang mu’min.
Rosulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikatnya dan penduduk langit dan bumi sampai semut yang
berada didalam lubangnya mendo’akan kepada seseorang yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia. Demi sifat hayat-Mu (Allah ) ini merupakan
suatu bagian yang agung, maka mendapatkannya adalah suatu keuntungan
yang besar. Ya Allah janganlah Engkau menghalangi kami dari ilmu dengan
suatu penghalang dan kami mohon perlindungan Mu dari perkara-perkara
yang memutuskan ilmu dan perkara yang mengotorinya dan kendala yang
menghalanginya dan sirnanya ilmu.
KE-DUA
Hendaknya seorang guru tidak tercegah untuk mengajar
muridnya karena tidak ihklasnya niat muridnya itu. Sesungguhnya bagusnya
niat diharapkan dengan barokah ilmu. Sebagian Ulama’ salaf berkata : “kami menuntut ilmu karena selain Allah, maka ilmu itu menolak kecuali karena Allah” dikatan
: makna kaul tersebut adalah bahwasanya ilmu dapat diperoleh dengan
niat karena Allah karena apabila niat yang ikhlas disyaratkan ketika
mengjar para pemula, yang mana mereka sulit untuk ikhlas, maka hal itu
akan menyebabkan hilangnya ilmu dari kebanyakan manusia. Akan tetapi
seorang guru mengajarkan kepada para pemula dengan niat yang baik-baik
secara pelan-pelan, baik ucapan atau perbuatan, dan memberi tahu
kepadanya, bahwa sesungguhnya dengan bagusnya niat dia akan memperoleh
derajat yang tinggi dari ilmu dan amal dan memperoleh anugerah yang
baik, dan memperoleh berbagai macam hikmah dan terangnya hati dan
lapannya dada, dan memdapat kebaikan dan bagusnya keadaan dan lurusnya
ucapan dan tingginya derajad dihari kiamat. Dan seorang guru menumbuhkan
rasa senang pada mereka terhadap ilmu dan mencarinya dengan masa yang
panjang dengan menyebutkan apa yang telah Allah berikan kepada para
ulama’ yang berupa derajad yang tinggi, sesungguhnya mereka adalah
pewaris para nabi dan diatas mimbar dari yang diharapkan para nabi dan
syuhada’ selain itu yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan ulama’
adalah ayat-ayat khobar, atsar dab syair-syair, dan sebagiannya telah
aku sebutkan pada bab awal. Dan menumbuhkan rasa senang terhadap ilmu
terhadap apa yang ditetapkan untuk mewujudkan ilmu seperti merngkum
sesuatu yang mudah dan secukupnya dengan perkara dunia dengan sibuknya
hati perkara yang berkaitan dengan dunia dan perkara yang menyibukkan
fikiran dan memisahkan keprihatinan dengan sebab dunia.
Maka berpalingnya hati dari berinteraksi (berhubungan)
ketergantungan akan rakus dengan dunia dan memperbanyaknya dan merasa
suah akan terpisah darinya. Maka mengombinasikan (menyatukan) antara
hati dan ruhnya hanya untuk agamanya saja atau untuk kemulyaan dirinya
atas kedudukannya dan lebih sedikit perasaan dan yang lebih penting
untuk menghafalkan ilmu dan menambahinya.
Oleh karena itu sedikit sekali orang yang mendapatkan ilmu
secara sempurna kecuali orang-orang yang ada dalam dirinya sifat faqir
(sederhana), qona’ah (merasa cukup) dan berpaling pencurian dunia dan
harta benda yang fana (fatamorgana / rusak).
KE-TIGA
Hendaknya menyukai mencari
sesuatu (ilmu) sebagaimana yang dia sendiri menyukainya, seperti yang
telah tercantum dalam hadits dan membenci sesuatu terhadapnya
sebagaimana hadits membencinya. Dan bersungguh-sungguh dalam pencarian
(ilmu) yang baik. Dan menggauli para santri sebagaimana dia menggauli
sesuatu pada anak-anaknya yang mulya dengan kasih akung, berbuat baik,
sabar atas keras kepala atas kurangnya sesuatu yang menimpanya dan tidak
menjahui / menyendiri dari pergaulan manusia. Sama saja tatakrama
disabagian masa ini, dan membuat alasan sekiranya mungkin. Dan
menkondisikan semua itu dengan nasehat tutur kata yang lembut tak kasar
atau menganiyayanya. Dengan itu semua bertujuan atas pendidikannya yang
baik dan bagusnya akhlaknya dan pekerti tingkahnya. Apabila cara
mengetahui kecerdasan mereka dengan isyarat saja mak tidak ada kebutuhan
/ gunanya dengan cara ibarat (mencontohkan) dan apabila belum paham
juga kecuali dengan terangnya ibarat maka didatangkan cara itu tidak
apa-apa. Dan menjaga diri (bertahan) dari semua yang menjelekkan mereka
dan bertutur kata yang halus dan bertatakrama dengan budi pekerti yang
luhur dan mensupport (mendorong) nya pada budi pekerti yang diridhoi dan
memberi wasiat (wejangan) dengan perkara-perkara yang bagus dan atas
hukum-hukum syari’at.
KE-EMPAT
Hendaknya mempermudah para santri menyampaikan materi
dengan semudah mungkin dalam pengajarannya. Dan dengan tuturkata yang
lembut dalam memberi kepahaman, apalagi santri itu keluarga sendiri.
Oleh karena semua itu hanya untuk kebaikan tatakrama dan bagusnya
pencarian asasfaidah dan menjaga dari hal-hal yang langka. Dan tidak
boleh menyimpan (menyembunyikan) bila ditanyai sesuatu karena itu adalah
bagian dari dirinya, karena terkadang hal-hal tersebut membingungkan
dan membuat bimbang hati, dan berpalingnya hati dan menyebabkan
kegelisahan / kegusaran. Demikian juga jangan menyampaikan sesuatu yang
bukan bidangnya karena itu dapat membekukan hati dandengan kefahaman.
Apabila santrinya bertanya sesuatu dari hal tersebut dan tidak menjawab
dan tidak memberitahunya maka akan membahayakan dirinya sendiri dan
tidak bermanfaat apabila dia (guru) mencegah hal tersebut dari pada
santri bukan karena bakhil (pelit) tapi karena kasih akung dan karena
hanya menyayanginya, kemudian menyukai hal tersebut dalam
bersungguh-sungguh dan karena untuk mendapatkan sesuatu yang disukai
atau yang lain. Imam Bukhori sungguh-sungguh telah mengatakan dalam
kitab “Ar-Robbani” bahwasanya beliau dalam hal mendidik manusia dengan
semudah-mudahnya (kecilnya) ilmu sebelum mengajarkan kepada mereka yang
(besar) yag sulit.
KE-LIMA
Hendaknya bersungguh-sungguh dalam pengajaran dan memberi
kepahaman pada santri dengan mencurahkan daya upaya dan menjelaskan
materi walaupun hanya mendekati arti tidak berlebihandan bukan
memberatkan hati dan yang melampaui batas-batas hafalan. Dan menjelaskan
sesuatu yang dimana ibarat hati menjadi terhenti karena telah mengerti
arti tersebut. Dan mencari-cari hitungan seberapa dia telah
mengulang-ulangi. Pertama-tama dengan menjelaskan gambaran
masalah-masalah kemudian memberikan keterangan dengan sesuatu contoh dan
menyebutkan dalil-dalil yang berhubungan dengan itu dan meringkas dalam
pemberian gambaran beberapa contoh dan membuat perumpamaan (contoh)
bagi yang belum menguasai materi (belum ahli) untuk kepahaman dalam
mencerna (mengmbil) contoh-contoh dan dalil-dalilnya. Dan menyebutkan
dalil dan mengambil dalil dari orang yang mempunyainya. Dan menerangkan
kepada santri yaitu makna (arti) yang samar hikmahnya. Dan alasan-alasan
dan sesuatu yang berkaitan dengan masalah tersebut berupa asalnya mupun
cabangnya. Dan dari salah sangka dalam masalah tersebut hukum,
pengecualian (pemecahan masalah) dan memindah ibarat (perumpamaan) yang
baik cara penyampaiannya, dan jauh dari mengurangi derajad seorang
ulama’, dan bermaksud menerangkan salah faham tersebut berupa nasehat
dan devinisi pemindahan yang benar. Dan menyebutkan sesuatu yang
menyamai dengan masalah-masalah tersebut dan kemudian mempraktekkannya,
dan sesuatu yang membedai dan yang mendekatinya. Dan menerangkan mana
yang harus diambil dari dua hikum dan perbedaan antara dua masalah yang
bertentangan. Dan tidak boleh mencegah menyebutkan suatu lafadz dengan
malu dari seorang yang lain. Biasanya apabila dia membutuhkan pada hal
tersebut dan belum menyempurnakan penjelasannya kecuali dengan
menerangkannya, apabila lafadz tersebut berupa kinayah (kiasan) maka
guru harus memberikan kesimpulan hukumnya secara sejelas-jelasnya dan
tidak menjelaskan dengan cara menyebutkan tapi cukup dengan kinayah
pula.
Demikian juga apabila dalam suatu majelis ada seorang yang
tidak layak dalam menyebutkan lafadz tersebut dengan hadirnya rasa malu
pada dia atau secara samar, maka seorang guru harus membuat kinayah dari
lafadz tersebut atau dengan selainnya oleh karena arti-arti itu
perbedaan keadaan terdapat dalam hadits yang biasanya menjelaskan secara
detail dan kadang juga dengan kinayah yang lain. Dan apabila guru sudah
selesai pada pelajarannya maka tidak apa-apa seorang guru menyodorkan
(mengemukakan) masalah-masalah yang berkaitan dengan hal tersebut atas
para santri (murid) dengan tujuan sebagai ujian (pengetesan) dengan hal
tersebut kefahaman mereka dan hafalan mereka atas semua yang telah
dijelaskan. Apabila sudah tampak pada mereka pelajar yang kuat
kefahamannya dengan cara mengulang-ulang jawaban yang benar maka
berterimakasihlah padanya. Dan barang siapa belum faham maka guru harus
menyuruhnya dengan halus untuk mengulanginya. Adapun maksud dengan
memberikan masalah-masalah tersebut sesungguhnya santri ketika mereka
kadang-kadang malu dari ucapannya (murid) maka dia belum faham
adakalanya untuk menghilangkannya dengan membalas pengulangannya kepada
guru atau untuk mempersempit waktu atau karena malu dari orang-orang
yang hadir atau agar mereka tidak tertinggal dengan membaca dari yang
lain dengan sebab malu itu.
Oleh karena itu seyogyanya bagi guru untuk tidak berkata /
bertanya kepada murid “ apakah engkau sudah faham ? “ kecuali apabila
tidak bermasalah (aman) dari ucapan guru yaitu jawaban “ ya “ yang
dijawab murid sebelum mereka belum faham. Kemudian apabila tidak aman /
membuat malu bagi murid atau yang lainnya maka janganlah bertanya
tentang kepahaman karena hal itu kadang-kadang guru menanyakannya akan
terjadi kebohongan ucapan murid dengan “ ya “ karena sesuatu yang telah
jelas dari beberapa sebab.Tapi seorang guru hendaknya melontarkan
permasalahan kepada murid sebagaimana yang telah disebutkan.
Apabila seorang guru bertanya kepada murid tentang
kefahaman (faham/belum) dan murid menjawab “ ya “ (sudah faham) maka
jangan memberinya permasalahan yang baru setelah itu, terkecuali jika
hal tersebut menyebabkan siswa malu dengan masalah tersebut karena
dengan jelasnya perbedaan suatu jawaban yang dilontarkan siswa. Dan juga
seyogyanya bagi guru untuk memerintah seorang murid dalam mempelajari
pelajaran yang mencocokinya.Sebagaimana keterangan yang akan datang
Insya’ Allah, dan dengan pengulangan pelajaran setelah selesai
menjelaskan sesuatu antara mereka (murid) dengan tujuan agar tetap pada
hati mereka dan meresap padanya kefahaman pelajaran. Kerena semua hal
tersebut mendorong atas kesungguhan pikiran dan pengokohan badan (jiwa)
dalam pencarian yang haq (benar).
KE-ENAM
Meminta terhadap santri untuk senantiasa mengulangi
hafalannya dan menguji hafakannya yang telah lalu seperti kaidah-kaidah
yang dianggap sulit dan masalah-masalah konteporer. Tidak lupa hendaknya
sang guru senantiasa memberikan informasi yang terkait dengan
pokok-pokok bahasan atau dalil-dalil yang telah dipelajari. Apabila
diantara mereka memberikan jawaban benar dan tidak takut atau grogi maka
berterima kasilah dan pujilah dihadapan kawan-kawannya agar mereka
tergugah semangatnya untuk mencari tambahan.
Begitu pula jika mereka beraspirasi dan tidak takut unjuk
gigi dengan kemampuannya yang minim itu maka berilah semangat dengan
memberikan iming-iming cita-cita yang tinggi atau kedudukan yang terkait
dengan ilmu. Apalagi teguran itu bisa membuatnya semangat dan akhirnya
dia bisa berterimakasih.Hendaknya pula mengulangi materi-meteri yang
terkait bahasannya agar siswa faham.
KE-TUJUH
Apabila seorang murid melakukan sesuatu yang belum waktunya
dan menghawatirkan maka dinasehati dengan lemah lembut dan ingatkan
dengan hadits Nabi “sesungguhnya bagi tanaman itu taklah mengenal bumi yang gersang dan tidak ada permukaan yang tetap.”
Agar tetap sabar dan semanagat. Apabila terkait indikasi yang
membosankan atau indikasi lain maka perintahlah untuk istirahat dan
mengurangi aktivitas. Jangan sekali-kali mengomando murid untuk
mempelajari sesuatu yang dia belum cukup kepandaiannya atau umurnya.
Atau memberikan rekomendasi tulisan yang mengacaukan fikirannya. Jika
adaseseorang yang mengajak bermusyawarah kepadanya baik dari segi
kefahaman / hafalan dalam bacaan fak / buku-buku maka jangan berkomentar
sesuatu sehingga dia mencobanya dan mengetahuinya sendiri apabila dia
tidak mampu pada akhirnya, maka komentarilah dengan sederhana terkait
dengan bab yang dimaksud. Apabila dia sudah mampu memahami satu kitab
dengan baik maka pindahkan kekitab lain yang sesuai dengan kemampuannya,
apabila belum jangan dulu, itu semua karena memindahkan santri kepeda
apa yang seharusnya dipindahkan atau menambah semangatnya sedangkan
menunjukkan kekurangannya mengurangi semangatnya. Begitu pula tidaklah
mungkin bagi santri terbagi pikirannya pada dua fak pelajaran atau lebih
apabila belum menghafalnya. Tetapi mendahulukan yang terpenting secara
berurutan. Apabila diketahui atau dianggap belum layak pada satu bidang
maka intrupsikan untuk meninggalkannya dan pindah kelainnya yang bisa
diharapkan kelayakannya.
KE-DELAPAN
Hendaklah sang guru tidak menampakkan menonjolnya pelajar
dihadapan kawan-kawan lainnya dengan menunjukkan kasih akungnya
perhatiannya padahal mereka sama sifat, umur / pengalaman ilmu agamanya
kerana itu semua menyakitkan hati, akan tetapi jika diantara mereka ada
yang semangat dan bertatakramalah lebih sopan maka tampakkanlah
keseponanya dan terangkan kepada mereka bahwa dia memulyakannya karena
sebab itu maka tidak apa-apa.karena itu bisa menumbuhkan dan menimbulkan
sifat seperti itu begitu pula tidak boleh mendahulukan salah seorang
murid dengan giliran yang lain dan mengahirkan yang lainnya kecuali bila
ada masalahnya bisa menambah maslahah giliran itu, apabila bisa
dimaklumi.
KE-SEMBILAN
Hendaklah lemah lembut kepada para santri dan menyebutkan
santri yang tidak hadir, dengan penuh perhatian, mengetahui nama-nama
mereka, nasab, asal dan mendoakan mereka agar mereka senantiasa baik,
mengawasi tingkah laku dan tatakramanya secara dhohir ataupun yang
batin, jika diantara mereka tampak sesuatu yang tidak layak seperti
melakukan sesuatu yang haram atau makruh, kerusakan, malas atau kurang
sopan baik kepada guru atau orang lain, ataupun banyak membicarakan
sesuatu yang tidak berfaidah, bergaul kepada seseorang yang tidak patut
digauli maka hendakmya sang guru mencegahnya dihadapan yang menyebabkan
itu dengan mengarahkannya dan tidak menyalahkannya. Apabila itu semua
tidak dapat menyelesaikan masalah maka diperingatkan secara rahasia
(tertutup) atau dihadapan dua orang tersebut. Namun apabila hal itu
belum bisa menyelesaikan maka dinasehati dengan agak keras berupa
kata-kata yang lebih merasuk dan menjelaskan dihadapan umum.dan apabila
masih belum bisa, maka diusir hingga jera dan mau kembali apabila jika
dia sampai takut sebagian kawan akrabnya yang akan memojokkannya.
KE-SEPULUH
Seorang guru harus juga membiasakan mengucapkan salam
berbicara yang baik, kasih akung, tolong menolong, berbakti dan
bertakwa. Semua itu sebagaimana peran agama terhadap Allah, dan peran
dunia tehadap hubungan manusia untuk menempurnakan dua kehidupan itu.
KE-SEBELAS
Seorang guru berusaha untuk senantiasa memperbaiki
murid-murid, dengan perhatiannya, membantunya dengan sekuat tenaga
denangan orentasinya atau kemampuan hartanya tampa terpaksa. Karena
Allah SWT senantiasa akan menolong hamba selam hamba itu mau menolong
temannya. Dan barang siapa memenuhi kebutuhan kawannya, maka Allah SWT
pun akan memenuhi semua kebutuhannya. Barang siapa membantu orang yang
miskin, maka Allah akan memudahkan hisab / hitungannya dihari kiyamat,
apalagi menolong orang yang menunutut ilmu.
KE-DUA BELAS
Apabila pelajar tidak masuk lebih dari biasanya maka
hendaknya ditanyai keadannya kepada kawan yang biasa bersamanya apabila
tidak tahu maka mengutus kawannya atau datangilah sendiri, karena itulah
yang lebih utama.
Apabila ternyata dia sakit maka hendaknya dia dijenguk,
apabila dalam keadaan susah maka membantunya, apabila akan berpergian,
maka perhatikanlah siapa yang menemaninya dan bertanya pada kawan itu
dan menanyakan keperluannya dan mengizinkannya dengan iringan do’a.
ketahuilah bahwa santri yang sholeh akan lebih disukai oleh ilmunya,
oleh gurunya dunia akhirat. Dari pada orang kaya dan
kerabat-kerabatnya/famili-familinya. Oleh karena itu ulama’-ulama’ salaf
senantiasa bersungguh-sungguh mencari santri yang bagi manusia baik
ketika hidup atau matinya. Walaupun hanya satu murid tetapi ilmunya
bermanfaat, dan zuhud, perlakuannya baik dan tutur katanya baik, maka
itu sudah cukup disis Allah. Karena satu ilmutak dapat berpindah kesatu
orang keorang lain kecuali akan mendapatkan sebagaimana yang telah
diterangkan oleh hadits shohih. Dari Nabi SAW : apabila anak adam
meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara yaitu shodaqoh
jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendo’akannya.
Ketiga pin diatas ada pada orang yang mengajarkan ilmu (guru).
Adapun shodaqoh, maka mempelajari ilmu adalah termasuk
shodaqoh, tidaklah kau lihat sabda Nabi SAW tatkala dalam musholla
sendirian “barang siapa bershodaqoh dengan ini (sholat) maka
dia akan mendapatkan fadilah jama’ah, dan orang yang mengamalkan ilmu
akan mendapatkan keutamaan ilmu, yang itu adalah lebih utama dari pada
solat jama’ah, dan akan mendapatkan keutamaan dunia dan akhirat”.
Adapun ilmu yang bermanfaat maka jelas karena guru, menebabkan semuanya
itu kepada orang yang mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Adapun do’a
anak yang sholeh (do’a yang baik) terbiasa diucapkan oleh orang yang
ahli ilmu dan hadits senantiasa mendo’akan kepada gurunya.
KE-TIGA BELAS
Rendah hati dihadapan muridnya dan setiap anak didiknya
selam dia yang menegakakan lagi, Allah dan mau menundukkan lambungnya
dan lemah lembut. Allah berfirman kepada nabinya rendahkanlah lambungmu
kepada orang miskinyang mengikutimu, Nabi juga bersabda sesungguhnya
Allah mewahyukan kepadaku untuk senantiasa tawadhu’ tiada ketawaduan
kecuali Allah yang mengangkatnya.
KE-EMPAT BELAS
Bertutur kata kepada sitiap muridnya apalagi kepada murid
senior dan memanggil dengan nama yang baik dan mengucapkan salam dan
saran apabila bertemu dengannya dan memuliyakannya ketika mereka bertamu
dan bertanya dengan lemah lembut tentang keadaannya dan orang-orang
tentang dekat dengannya setelah menjawab salam, menemuinya dengan muka
berseri-seri bahagia ramah dan penuh kasih akung dan melebihkan hal itu
terhadap murid yang diharapkan kebahagiaannya. Itu semua dipahami dari
wasiat Rosulullah SAW bersabda bahwa manusia mengikuti engkau sekalian
dan banyak orang mendatangiku dari semua penjuru untuk mempelajari agama
kita mereka mendatangiku maka titiplah pesan kepada mereka untuk
senantiasa berbuat baik.
BAB VIII
Menerangkan tentang tatakrama
seorang pelajar dengan buku-buku sebagai alatnya ilmu dan yang
berhubungan dengan cara-cara memperolehnya.
Tatakrama tentang penulisan buku, yang memuat lima macam tatakrama.
PERTAMA
Seyogyanya bagi pelajar (pelajar) berusaha dalam memperoleh
buku-buku yang dibutuhkannya, apabila memungkinkan dengan cara membeli
dan apabila tidak maka dengan cara menyewa atau meminjam karena itu
semua merupakan salah satu alat dalam menghasilkan ilmu pengetahuan,
janganlah menganggap bahwa menghasilkan buku-buku tersebut dan juga
karena banyaknya koleksi-koleksi buku itu sebagian dari ilmu dan
mengumpulkannya akan menambah kepahaman. Sebagaimana yang telah
dilakukan oleh kebanyakan pelajar pada masa ini.
Sungguh indah lantunan syair sebagian orang arab :
¨ Apabila engkau bukan seorang hafal atau faham, maka koleksi buku-buku engkau tak ada manfaatnya.
¨ Apakah engkau akan berkata dengan orang bodoh disuatu forum?, sementara ilmu-mu hanya tersimpan rapi di rumah.
Dan jika memungkinkan dalam memperolehnya dengan cara
membeli maka tek perlu repot-repot menyalinnya. Dan tidak sebaiknya
menyibukkan diri sendiri dengan menyalin buku-buku tersebut kecuali
hanya karena ada sesuatu yang menyebabkan kesulitan dalam memperolehnya,
juga karena tidak adanya financial dan upah untuk menyalinnya.
Dan janganlah hanya memperhatikan dalam bersungguh-sungguh
memperbaiki khod (tulisan) kitab tersebut. Dan juga janganlah meminjam
bila memungkinkan untuk membeli atau menyewanya.
KE-DUA
Bagaimana meminjamkan buku kepada orang yang tidak
menyebabkan buku tersebut rusak dalam pinjaman tersebut dari orang yang
membahayakan, dan sebaiknya bagi orang yang dipinjami berterimakasih
kepada orang yang meminjami tersebut. Dan tidak boleh memperlama jangka
pinjaman itu dari pada orang yang dipinjami, selain ada kebutuhan bahkan
mengembalikannya dengan cepat-cepat apabila peminjam memerlukannya. Dan
tidak boleh memperbaiki sesuatu apapun dari kitab tersebut tampa izin
pemiliknya dan mengoreksinya.
Dan tak boleh menulis sesuatu apapun pada lembaran putih
(kosong) dipermulaan buku dan juga tak boleh pada akhiran kitab.kecuali
jika pemiliknya merelakannya. Dan tak boleh mencoret-coretnya dengan
tinta hitam dan juga tak boleh meminjamkan pada orang lain. Dan tak
boleh menitipkannya pada orang lain kecuali pada saat dhorurot
(terpaksa). Dan tak boleh menyalinnya tampa seizin pemiliknya.jika
pemiliknya mengizinkannya untuk menyalinnya, maka menyalinnya tersebut
pada kertas didalam buku tersebut atau diatas buku tersebut. Dan tak
boleh meletakkan tempat tinta diatas buku tersebut.
KE-TIGA
Jika kita menyalin dari buku tersebut atau muthola’ah
(membaca ulang) maka janganlah meletakkan dalam tanah dalam keadaan
terbentang (terbuka). Tapi meletakkannya antara dua buku atau antara dua
sesuatu atau juga pada rak-rak buku yang telah diketahui (untuk umum
keberadaannya). Dengan tujuan agar tidak terputus jilidannya (bentuknya)
dengan cepat. Dan jika meletakkannya pada tempat berjajar dirak-rak
buku, maka jangan pada atas atau dibawahnya terdapat kayu atau sesuatu
yang lain yang sama. Dan jangan meletakkannya pada tanah agar tidak
menjadi lembab atau basah. Dan jika meletakkannya pada kayu atau yang
lainnya maka penempatannya diatas atau bawahnya terdapat sesuatu yang
dapat membenturinya pada tembok atau yang lain.
Dan menjaga cara meletakkannya dengan menimbang
(memulyakan) ilmu pengetahuan, derajat kemulyaan atau pengarangnya serta
keagungannya, maka meletakkannya lebih mulya dari semuanya, kemudian
menjaga tempatnya, apabila terdapat mushaf (Al-qur’an) menjadikannya
paling mulya atas semuanya.
Dan yang paling utama menjadikan tempatnya secara
tergantung (diatas) yang mempunyai tali (pengikat) pada paku dan
senantiasa membersihkannya pada permukaan tempatnya. Kemudian setelah
Al-Qur’an buku hadist yang mulya, kemudian tafsir Al-Qur’an, tafsir
hadits, usuluddin, usul fiqih, nahwu, shorof, syair-syair arab, arudh.
Dan sebaiknya menulis nama buku tersebut pada buku tersebut
disamping akhir lampiran dari bawah. Dan menjadikan awal-awal huruf
terjemah ini pada penggir kitab yang didalamnya terdapat lafadz
basmalah. Dan adapu faedah terjemah nama kitab tersebut adalah
memudahkan untuk mengetahui buku dan juga mempermudahkan mengeluarkannya
dari antara buku-buku.
Dan apabila meletakkan buku jangan menjadikannya pada
pinggir yang dari arah basmalah dan pada permulaan kitab adalah atas.dan
juga meletakkanya pada sesuatu yang terputus yang besar diatas sesuatu
yang terputus yang kecil.
Dan jangan menjadikan (tempat) almari buku digudang atau
ditempat yang lain seperti gudang. Dan juga menjadikannya sebagai bantal
atau kipas. Dan jangan membatasinya dengan tongkat (kayu) atau sesuatu
yang kering (keras) tetapi harus dengan kertas dan jangan melipat pada
pinggirnya (pojoknya) lembaran atau melipatnya pada dua sisinya.
KE-EMPAT
Apabila meminjam sebuah buku atau membelinya maka telitilah
dahulu pada awalnya, akhirnya, dan tengahnya dan urut-urutannya pada
setiap babnya dan halaman atau lembarnya.
KE-LIMA
Apabila menyalin sesuatu berupa ilmu pengetahuan syari’at
maka sebaiknya dalam keadaan suci dan menghadap kiblat. Suci badan dan
pakaiannya dan juga dengan tinta yang suci. Dan memulainya (menulis)
dengan tulisan basmalah. Dan apabila dalam buku dimulai dengan sambutan
yang memmmuat pujian kepada Allah SWT. Dan sholawat Nabi SAW.penulisan
semua itu setelah basmalah. Dan demikian juga pada akhir kitab dan
setiap akhir dari bagian buku dan setelah menulis sesuatu pada akhir
bagian pertama (juz 1) atau bagian kedua seumpamanya, menulisnya
kemudian membacanya. Demikian juga apabila buku belum lengkap
penulisannya. Kemudian menulisnya apabila telah lengkap (sempurna), maka
sempurnakanlah buku fulan (buku ini). Dan didalam itu terdapat
faidah-faidah yang banyak. Dan dimakruhkan pada contoh kalimat Abdullah
atau Abdurrohman ibn fulan dan setiap nama yang dimudofkan (disandarkan)
pada lafadz Allah dan kata ibn fulan pada awalnya akhir. Tetapi
sebagian ulama’ mewajibkan menjahui hal-hal tersebut.
Dan juga dimakruhkan pada penulisan Rosulullah, apabila
ditulis dengan lafadz Rosul awal dan lafadz Allah pada akhir pada
awalnyalafadz Rosul. Demikian juga semua sesuatu yang sama seperti itu
dan sesuatu yang penting (sesuatu yang disangka) jelek/buruk seperti
bisa menulis pembunuh dari pembunuh ibn sofiyah dineraka pada akhir
baris dan ibn sofi’yah finnari (dineraka) pada awalnya atau menulis
(faqoola ) dari (qouluhu ) di hadist
(syaribul khomri ) maka menulisnya (faqoola umar
akhor ).
Dan tidak dimakruhkan memisah 2 idhofah apabila tidak
terdapat contoh seperti tersebut. Seperti (subhanallah
) tetapi mengumpulkannya pada permulaan baris.
Dan ketika dalam penulisan nama Allah SWT haruslah mengikuti setelahnya
dengan pengagungan seperti (ta’ala ) atau
(subhanahu )dan (wata’ala ) atau
(azza wajalla ) atau (tabaro’ wa
ta’ala ) atau (jalla
dzikruhu ) atau (tabaro’ka
ismuhu ) atau (kholaqo
izmati ) atau yang sesamanya. Dan ketika menulis
nama Nabi SAW maka menulis setelah lafadz tersebut dengan (assolatu was
salaamu alaihi ) karena telah berlaku kebiasaan ulama’
salaf dan khalaf penulisan (SAW) tersebut.karena seakan-akan hal
tersebut mencocoki firman Allah SWT (solluu alaihi wa sallimuu
tasliiman
) .
Dan tidak boleh meringkas sholawat dalam hal penulisannya
walaupun sholawat tersebut tertulis secara berulang kali, seperti yang
telah dilakukan oleh orang-orang yang dihalangi dari kalimat Allah maka
mereka menulisnya dengan ( ) atau ( ) maka semuanya itu tak
layak dengan haq (SAW). Dan apabila berlaku dengan penyebutan nama para
sahabat maka menulisnya dengan
( ) apabila itu merupakan
anak sahabat tersebut, maka menulisnya dengan
( ).
Dan apabila berlaku dalam penulisannya nama dari salah satu
ulama’ salaf yang terpilih dan para ulama’ yang mulia maka cara
mengerjakan menulisnya seperti hal tersebut diatas, dengan cara
menulisnya ( ) dan apalagi bagi para
imam-imam / pemimpin-pemimpin yang agung dan para penunjuk agama islam.
Cara penulisan semua itu apabila penulisan tersebut belum
terdapat (belum tertulis) tulisannya pada awal mula yang dipindah dari
asal tersebut, kerena sesungguhnya semua ini bukanlah suatu riwayat
tetapi merupakan sebuah do’a. dan seyogyanya bagi pembaca untuk untuk
membacanya setiap sesuatu yang telah disebutkan walaupun sesuatu itu
belum disebutkan diasal mula yang terbaca dari buku tersebut. Dan
janganlah bosan untuk mengulang-ulang karena sesungguhnya pada semua ini
terdapat kebaikan yang besar dan keutamaan yang besar pula.
Sempurnalah kitab yang diberinama “Adabul ‘Alimu Wal
Muta’alim” dan bertepatan dengan penyelesaiannya dan pengumpulannya pada
saat pagi hari, hari ahad pada tanggal 22 jumadil at-tsani tahun 1343
H. tuannya para utusan, tuan kita Muhammad SAW, bagi para keluarga dan
syahabat semuanya dan pujian semata-mata hanya bagi Allah SWT yang
menuhani seluruh jagat raya dan Allah maha suci dan Agung lebih tahu
yang benar, dan hanya kepadanya tempat pulang dan kembali.